Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti SMRC: Bahaya jika MPR Tak Libatkan Masyarakat Bahas Amendemen UUD 1945

Kompas.com - 14/10/2019, 16:27 WIB
Christoforus Ristianto,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirajuddin Abbas menilai, perdebatan soal amendemen UUD 1945 seharusnya tidak hanya dibahas antarelite partai politik, tetapi juga dengan masyarakat.

"Saya kira yang harus dilakukan MPR saat ini adalah membuka ruang publik secara elegan supaya para akademisi bisa juga terlibat. Jika tidak, maka dorongan amendemen itu hanya kehendak elite parpol saja dan itu sangat berbahaya," ujar Abbas saat ditemui dalam diskusi bertajuk "Wajah Baru DPR: Antara Perppu dan Amendemen" di Kantor Formappi, Jakarta, Senin (14/10/2019).

Abbas menduga, amendemen UUD 1945 kemungkinan tidak hanya dilakukan terbatas, tetapi secara menyeluruh.

Sebab, Partai Nasdem dan Gerindra sepakat agar amandemen konstitusi dilakukan menyeluruh.

"Jika pintu itu dibuka, artinya MPR membuka kotak pandora. Seolah-olah amendemen hanya akan dilakukan terbatas di 1-2 pasal saja, tetapi bisa seluruh pasal di dalam UUD 1945," ujar dia.

Baca juga: Zulkifli Yakin Tak Semua Fraksi Setuju Amendemen UUD 1945 Menyeluruh

Abbas mencontohkan, salah satu hal yang bisa dibahas antara DPR dan masyarakat yakni soal Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Menurut dia, masyarakat kini mempertanyakan urgensi dari GBHN yang harus dihidupkan kembali lewat amendemen konstitusi.

Ia menyebutkan, dari jajak pendapat yang kerap dilakukan SMRC, tidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa negara berjalan ke arah yang salah.

"Publik menilai jalan arah negara ke arah yang benar sejak reformasi. Beberapa bidang mengalami kemajuan, misalnya di bidang pendidikan, kemiskinan, dan pendapatan negara. Penilaian publik terhadap arah negara selalu kita tanyakan di setiap survei SMRC, dan hasilnya masyarakat berpandangan negara berjalan ke arah yang benar," papar dia. 

Usulan amendemen konstitusi menyeluruh diutarakan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh setelah bertemu Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Minggu (13/10/2019).

Menurut Paloh, amendemen UUD 1945 sebaiknya tak dilakukan hanya untuk menghidupkan haluan negara.

Ia menilai, banyak hal yang harus dibenahi dalam UUD 1945, salah satu di antaranya yang terkait dengan sistem kepemiluan.

Baca juga: Prabowo Usulkan Dua Poin Amendemen UUD 1945, Apa Saja?

Sistem pemilu serentak yang menjadi tafsir dari UUD 1945 perlu dipertanyakan kembali apakah masih layak dipertahankan atau tidak.

Sebab, ia menilai, ada beberapa kekurangan dalam pelaksanaan pemilu serentak.

"Banyak poin masalahnya. Tidak terbatas membuat GBHN baru misalnya, misalnya pemilu serempak ini. Putusan MK ini berdasarkan tafsiran UUD harus serempak," ujar Paloh.

"Ini kita pikirkan bersama apakah akan dilanjutkan lima tahun ke depan pemilu serempak tadi, atau kembali terpisah misal pileg duluan menyusul pilpresnya. Banyak hal lain (dalam proses amendemen)," ucap dia. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com