Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggap Moeldoko Blunder, Ekonom Tepis Anggapan KPK Hambat Investasi

Kompas.com - 24/09/2019, 13:07 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira membantah anggapan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghambat investasi.

Belakangan, Moeldoko memperjelas maksud ucapannya adalah soal undang-undang. Menurut dia, Undang-Undang KPK sebelum direvisi selama ini kurang memberi kepastian hukum sehingga hal itu membuat investor lari.

Sementara itu, UU KPK yang baru direvisi dan disahkan lebih memberi kepastian hukum.

Menurut Bhima, dilihat dari sisi ekonomi, pernyataan Moeldoko justru bertolak belakang dengan fakta.

"Pertanyaannya, investasi yang mana? Apa karena banyak konglomerat ditangkap karena menyuap pejabat?” kata Bhima kepada Kompas.com, Selasa (24/9/2019).

"Saya kira pernyataan Pak Moeldoko pernyataan yang blunder bahwa pemerintah tidak memahami bahwa korupsi jadi masalah utama daya saing," ujar dia.

Baca juga: Menko Darmin Ogah Komentar Saat Ditanya Apa KPK Menghambat Investasi

Justru, kata Bhima, kinerja KPK selama ini dengan undang-undang yang ada malah meningkatkan indeks daya saing dalam investasi.

Jika kasus korupsi ditangani dengan baik, investor merasa ada kepastian hukum untuk berinvestasi di Indonesia.

Sementara revisi UU KPK yang sudah disahkan dan disepakati pemerintah dan DPR berpotensi melemahkan kewenangan KPK menindak kasus korupsi.

Di sisi lain, UU KPK hasil revisi juga dinilai memberi kelonggaran bagi koruptor.

"Yang senang aturan penegakan hukum longgar kan pengusaha yang tidak jujur. Itu justru merusak bisnis karena ciptakan persaingan yang tidak sehat," kata Bhima.

Baca juga: Disebut Bisa Hambat Investasi oleh Moeldoko, Begini Jawaban KPK

Bhima menganggap, pemerintah tak tepat jika mencontohkan kasus mantan Direktur Utama Pelindo II RJ Lino sebagai dasar merevisi UU KPK.

Pemerintah malah dianggap membela orang yang jadi tersangka korupsi.

Menurut dia, merevisi UU KPK sama saja membuka celah investasi yang tak taat aturan.

Hal ini justru memberi dampak negatif bagi perekonomian, berseberangan dengan apa yang disampaikan Moeldoko.

"Apakah pemerintah ingin mendorong investasi yang taat hukum, yang berkualitas, dan bermanfaat bagi ekonomi? Atau dengan merevisi UU KPK ini justru pemerintah membuka celah investasi yang tak taat aturan?" kata Bhima.

Kepala Staf Kepresidenan (KSP) MoeldokoKOMPAS.com/GHINAN SALMAN Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko
Sebelumnya diberitakan, Moeldoko sempat menyebut keberadaan KPK selama ini mengganggu investasi. Oleh karena itulah, pemerintah dan DPR sepakat merevisi UU KPK.

"Lembaga KPK bisa menghambat upaya investasi. Ini yang tidak dipahami masyarakat," kata Moeldoko di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (23/9/2019).

Ia kemudian meralat dan menyebut UU KPK yang baru direvisi dan disahkan lebih memberi kepastian hukum.

"Maksudnya Undang-Undang KPK yang baru memberikan beberapa landasan bagi kepastian hukum, termasuk bagi investor," kata Moeldoko dalam siaran persnya, Senin (23/9/2019).

Baca juga: Moeldoko Jelaskan Maksud Ucapannya soal KPK Hambat Investasi

Moeldoko mencontohkan tak adanya mekanisme untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyelidikan (SP3) dalam UU KPK yang lama.

Orang yang menjadi tersangka dan sudah bertahun-tahun tidak ditemukan bukti, statusnya tidak bisa dicabut.

Penetapan status tersangka yang tanpa kepastian ini dinilai akan menjadi momok bagi investor untuk menanamkan modalnya.

Dengan undang-undang yang baru, KPK bisa menerbitkan SP3 dan itu menjadi kepastian hukum yang bisa menjadi nilai positif bagi investasi.

Hal lain misalnya terkait keberadaan Dewan Pengawas KPK. Dewan ini dinilai akan lebih membantu KPK bekerja sesuai perundangan yang berlaku termasuk dalam penyadapan.

Kepastian hukum inilah yang diyakini akan membuat investasi di Indonesia akan lebih baik.

"Jadi maksud saya bukan soal KPK-nya yang menghambat investasi, tetapi KPK yang bekerja berdasarkan undang-undang yang lama masih terdapat celah kurangnya kepastian hukum, dan ini berpotensi menghambat investasi,” kata mantan Panglima TNI ini.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com