Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Keamanan dan Ketahanan Siber Dinilai Harus Dibongkar Ulang

Kompas.com - 05/09/2019, 23:07 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar mengusulkan agar Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) dibongkar ulang.

Itu, karena menurut Wahyudi, substansi RUU KKS kurang mengakomodasi soal sistem keamanan operasi siber itu sendiri.

RUU KKS, kata dia, lebih banyak mencantumkan delegasi kewenangan kepada Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang menempatkan lembaga tersebut sebagai regulator.

Baca juga: Di RUU Keamanan dan Ketahanan Siber, BSSN Pastikan Bukan Penegak Hukum

"Menurut saya, dengan konstruksi demikian lebih baik kita bongkar ulang RUU ini, kalau tujuannya membuat sebuah UU keamanan siber yang dibutuhkan, rumusannya harus sesuai dengan apa yang seharusnya diatur dalam sebuah UU keamanan siber," terang Wahyu saat ditemui di Universitas Atmajaya, Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (5/9/2019).

Wahyudi mengatakan, rancangan awal RUU KKS ini sebanyak 60 persen di antaranya mengatur tentang BSSN.

Kendati demikian Wahyu mengakui bahwa BSSN butuh aturan setingkat UU untuk memperkuat kewenangannya. Namun, hal itu malah jadi problematis dengan judul UU Keamanan dan Ketahanan Siber.

"Ketika disatukan RUU KKS yang konstruksi awalnya menekankan aspek ketahanan dan pertahanan lalu sedikit menyinggung tentang aspek keamanan siber itu sendiri," kata dia.

Baca juga: ICSF: Dikhawatirkan, RUU Keamanan dan Ketahanan Siber Batasi Berdemokrasi

Wahyu juga menjelaskan, RUU KKS belum mampu mengakomodasi pendekatan pemangku kepentingan dalam keamanan siber.

RUU KKS juga belum mengakomodasi peran bisnis yang memegang peranan kunci keamanan siber, tetapi menghendaki pengelolaan urusan keamanan siber menjadi domain negara atau pemerintah.

"Padahal sebuah kebijakan keamanan siber seharusnya secara jelas menetukan mekanisme tepat, yang memungkinkan semua pihak membahas dan menyepakati kebijakan berbeda," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com