Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan Pemerintah atas Tudingan Terkait Papua: Soal HAM, Pembangunan, hingga Referendum...

Kompas.com - 04/09/2019, 09:50 WIB
Devina Halim,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menjawab sejumlah isu terkait Papua dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (3/9/2019) kemarin.

Ia menampik tudingan bahwa Pemerintah Indonesia menganaktirikan Papua dan Papua Barat.

Menurut Wiranto, tudingan tersebut dilontarkan tokoh separatis Papua, Benny Wenda yang diduga mendalangi kerusuhan di Papua dan Papua Barat.

"Tak ada seperti berita yang disampaikan Benny Wenda di luar negeri bahwa Indonesia itu mengebiri hak-hak rakyat Papua, Papua Barat," ujar Wiranto.

"Setiap hari ada pembunuhan, setiap hari ada pelanggaran HAM, tidak ada pembangunan di sana (Papua), dianaktirikan, itu semua tidak benar. Jangan terkecoh dengan hal ini," ucap dia. 

Baca juga: Wiranto: Di Papua, Tak Seperti yang Disampaikan Benny Wenda

Berikut penjelasan Wiranto terkait sejumlah tudingan yang beredar:

1. Tuduhan pelanggaran HAM

Menurut Wiranto, berdasarkan data awal, ada 12 kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Papua.

Namun, setelah dilakukan penyortiran, tersisa 3 kasus, yaitu Wasior (2001), Wamena (2003), dan Paniai (2014).

Sementara itu, menurut Wiranto, kasus lainnya telah selesai melalui jalur pidana.

Wiranto pun membantah adanya keengganan pemerintah untuk menyelesaikan sejumlah kasus pelanggaran HAM berat di Papua.

Baca juga: Wiranto: Kita Sudah Menutup Pintu untuk Dialog Referendum

Ia berdalih, terdapat kendala teknis, misalnya kurangnya alat bukti atau berkas yang dinyatakan tidak lengkap sehingga dikembalikan oleh Kejaksaan Agung.

"Tapi bukan begitu, bukan karena pemerintah tidak mau menyelesaikan, atau enggan menyelesaikan, tapi karena ada hal-hal teknis hukum, aturan main di bidang hukum yang tidak bisa dipenuhi," tutur dia.

Dengan kesulitan tersebut, Wiranto pun menyatakan perlunya dialog membahas apakah penyelesaiannya lewat jalur yudisial atau non-yudisial.

2. Tudingan tak adil dalam pembangunan

Terkait tudingan tersebut, Wiranto berpendapat bahwa salah satu fokus pemerintahan Presiden Joko Widodo adalah membangun daerah pinggiran, termasuk kawasan Papua.

"Sejak Presiden Jokowi itu diangkat menjadi presiden, maka salah satu orientasi adalah bagaimana membangun daerah pinggiran termasuk Papua dan Papua Barat," ujar dia.

Menurut Wiranto, pemerintah telah hadir dalam pembangunan Papua, baik infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pembangunan manusia.

Baca juga: Fakta Baru Kerusuhan Asrama Papua, 2 Tersangka Ditahan hingga Oknum ASN Terlibat

Ia juga menyebut pembangunan ini telah memperlihatkan hasil, salah satunya terjadi  peningkatan indeks pembangunan manusia untuk wilayah Papua dan Papua Barat.

Di Papua, indeks pembangunan manusia pada tahun 2016 sebesar 58,05 persen, kemudian meningkat menjadi 60,06 persen pada tahun 2018.

Sementara itu, pada 2016, menurut Wiranto, indeks pembangunan manusia di Papua tercatat 62,21 poin dan meningkat menjadi 63,74 pada 2018.

Usai kerusuhan di Kota Jayapura, Papua, pada 29 Agustus 2019, pada Sabtu (31/08/2019) pagi aktifitas masyarakat sudah mulai pulih. Pasar tradisional, SPBU mulai beroperasi. Masyarakat, petugas kebersihan hingga Polisi mulai melakukan aksi bersih-bersih di jalananKOMPAS.COM/DHIAS SUWANDI Usai kerusuhan di Kota Jayapura, Papua, pada 29 Agustus 2019, pada Sabtu (31/08/2019) pagi aktifitas masyarakat sudah mulai pulih. Pasar tradisional, SPBU mulai beroperasi. Masyarakat, petugas kebersihan hingga Polisi mulai melakukan aksi bersih-bersih di jalanan

3. Wacana referendum

Wiranto mengatakan, hukum internasional sudah tak memberi ruang bagi Papua dan Papua Barat untuk menyuarakan referendum.

Sebab, menurut dia, referendum dalam hukum internasional bukan bagi wilayah yang sudah merdeka.

"Kalau bicara referendum, maka sebenarnya hukum internasional sudah tak ada lagi tempat, tidak relevan lagi, untuk Papua, Papua Barat, suarakan referendum. Sebab, dalam hukum internasional, referendum itu bukan untuk wilayah yang sudah merdeka," ucap dia. 

Wiranto menyebut, Papua sudah pernah menggelar referendum. Ia mengacu pada Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) Papua tahun 1969.

Wiranto mengatakan bahwa referendum tersebut secara sah menyatakan Papua adalah bagian Indonesia.

Baca juga: Wiranto: Kita Sudah Menutup Pintu untuk Dialog Referendum

Hasil Pepera juga sudah disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Resolusi 2505, 19 November 1969.

"Keputusan PBB itu enggak bisa bolak-balik ditinjau kembali, diganti lagi enggak bisa, sehingga jalan untuk ke sana sebenarnya tidak ada lagi," kata Wiranto.

Pemerintah pun sudah menutup pintu dialog perihal referendum. Namun, jika masyarakat merasa ada yang perlu diperbaiki dalam kehidupan di Papua, Wiranto meminta hal itu untuk disampaikan.

"Dialog itu penting, dialog itu memang dibutuhkan, tetapi dialog yang konstruktif. Kita sudah menutup pintu untuk dialog referendum, enggak ada. Dialog untuk merdeka, jangan," ujar Wiranto. 

4. Kekerasan

Wiranto mengungkapkan bahwa aksi anarkistis tahun ini bukan yang pertama kalinya. Ia mencontohkan, pembobolan gudang senjata Kodim Wamena 2003, unjuk rasa Uncen Abepura tahun 2006, Kongres Rakyat Papua III 2011, dan Paniai 2014.

Baca juga: Pemerintah Diminta Hentikan Pendekatan Kekerasan Tangani Gejolak Papua

Maka dari itu, ia meminta agar masyarakat belajar dari kejadian masa lalu dan tidak menggunakan tindakan anarkistis lagi.

"Jadi kita harus belajar dari masa lalu, ternyata kerusuhan, kekerasan, konflk, itu menimbulkan korban, tidak menguntungkan sama sekali, toh akhirnya juga damai," ujar dia.

"Masa kini harusnya tidak mengulang masa lalu, harusnya kita tidak usah berkonflik, ndak usah rusuh, tapi dengan cara-cara dialog dengan pengalaman yang lalu," kata Wiranto. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com