JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menampik tudingan bahwa Pemerintah Indonesia menganaktirikan Papua dan Papua Barat.
Menurut Wiranto, tudingan tersebut dilontarkan tokoh separatis Papua, Benny Wenda, yang diduga mendalangi kerusuhan di Papua dan Papua Barat.
"Tak ada seperti berita yang disampaikan Benny Wenda di luar negeri bahwa Indonesia itu mengebiri hak-hak rakyat Papua, Papua Barat," ujar Wiranto saat konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (3/9/2019).
Baca juga: Saat Pemerintah Tuding Benny Wenda Dalangi Kerusuhan Papua...
"Setiap hari ada pembunuhan, setiap hari ada pelanggaran HAM, tidak ada pembangunan di sana (Papua), dianaktirikan, itu semua tidak benar. Jangan terkecoh dengan hal ini," sambung dia.
Wiranto membantah adanya keengganan pemerintah untuk menyelesaikan sejumlah kasus pelanggaran HAM berat di Papua.
Ia berdalih, terdapat kendala teknis, misalnya kurangnya alat bukti, atau berkas yang dinyatakan tidak lengkap sehingga dikembalikan Kejaksaan Agung.
"Tapi bukan begitu, bukan karena pemerintah tidak mau menyelesaikan, atau enggan menyelesaikan, tapi karena ada hal-hal teknis hukum, aturan main di bidang hukum yang tidak bisa dipenuhi," tutur dia.
Sementara itu, menurutnya, pemerintah telah hadir dalam pembangunan Papua, baik infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pembangunan manusia.
Dalam hal pembangunan manusia, ia menyebutkan bahwa terjadi peningkatan untuk wilayah Papua dan Papua Barat.
Di Papua, indeks pembangunan manusia pada tahun 2016 sebesar 58,05 persen, kemudian meningkat menjadi 60,06 persen di tahun 2018.
Baca juga: Polri Akui Kesulitan Kejar Benny Wenda, Ini Sebabnya...
Sementara itu, kata Wiranto, indeks pembangunan manusia di wilayah Papua Barat juga mengalami peningkatan. Pada 2016, menurut Wiranto, indeks pembangunan manusia di Papua tercatat 62,21 poin dan meningkat menjadi 63,74 pada 2018.
Dalam kesempatan tersebut, Wiranto juga menyinggung perihal wacana referendum.
Wiranto mengungkapkan, hukum internasional sudah tak memberi ruang bagi Papua dan Papua Barat untuk menyuarakan referendum.