JAKARTA, KOMPAS.com - Irjen Firli Bahuri menjadi satu-satunya calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 dari Kepolisian RI yang namanya diserahkan kepada Presiden Joko Widodo.
Firli merupakan lulusan Akademi Polisi (Akpol) tahun 1990. Pria kelahiran 7 November 1963 itu pernah menjabat sebagai ajudan Wakil Presiden Boediono pada tahun 2012.
Kini, Firli menjabat sebagai Kapolda Sumatera Selatan. Sebelum jabatan tersebut, ia pernah menduduki kursi Deputi Penindakan KPK.
Baca juga: Ini Alasan Pansel Loloskan Irjen Firli, Capim yang Ditolak 500 Pegawai KPK
Sosoknya pun lekat dengan sejumlah kontroversi.
Kontroversi saat di KPK
Firli diduga melanggar kode etik karena bertemu dan bermain tenis dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Bajang (TGB) pada 13 Mei 2018.
Padahal, saat itu TGB menjadi saksi dalam sebuah kasus yang sedang ditangani KPK.
Berdasarkan catatan Kompas.com, Firli sudah menjalani pemeriksaan di internal KPK terkait masalah ini.
Baca juga: 500 Pegawai KPK Tolak Irjen Firli, Pansel: Kami Fokus Rapat Hasil Wawancara
Namun, proses tersebut terhenti lantaran Firli ditarik oleh Polri untuk kemudian ditugaskan menjadi Kapolda Sumatera Selatan.
"Ketika masih menjadi pegawai KPK, masih menjadi domain dan kewenangan KPK untuk memproses jika ada dugaan pelanggaran etik, tetapi ketika sudah menjadi pegawai di instansi yang lain, tentu saja kewenangan dan domain itu berada pada instansi tersebut. Itu yang bisa saya sampaikan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Kamis (20/6/2019).
Penolakan LSM hingga pegawai KPK
Dugaan pelanggaran tersebut memunculkan penolakan terhadap Firli dari berbagai pihak.
Menurut pegiat antikorupsi Saor Siagian, sedikitnya 500 pegawai KPK telah menandatangani penolakan calon pimpinan KPK Irjen Firli untuk menjadi pimpinan KPK peridoe 2019-2023.
Baca juga: Saor Siagian: 500 Pegawai Tolak Irjen Firli Jadi Pimpinan KPK
Saor mengatakan, penolakan itu berasal dari penyidik dan pegawai lainnya yang merasa gelisah karena Firli pernah melamggar kode etik saat menjabat sebagai Direktur Penindakan KPK dan tidak mengakuinya.
"(Gelisah karena) dia sudah berbohong. Dia bilang dia tidak pernah melanggar kode etik, ternyata tidak pernah komisioner bilang seperti itu. Berarti dia sudah bohong," ujar Saor dalam Diskusi Kanal KPK, Rabu (28/8/2019).