Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Miryam S Haryani, Berbohong, Penjara 5 Tahun dan Jadi Tersangka E-KTP

Kompas.com - 14/08/2019, 09:04 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Nama mantan anggota DPR Miryam S Haryani kembali mencuat dalam pusaran kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik atau e-KTP.

Sebelum ditetapkan sebagai tersangka baru dalam perkara pokok e-KTP pada Selasa (13/8/2019), Miryam pernah terjerat dalam kasus pemberian keterangan palsu saat bersaksi di sidang kasus korupsi e-KTP sebelumnya.

Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 24 Oktober 2017 menuntut Miryam dihukum 8 tahun penjara.

Ada beberapa pertimbangan jaksa yang menilai Miryam merekayasa seluruh keterangannya dalam persidangan. Pertama, pengakuan Miryam ditekan oleh penyidik.

Padahal keterangan tiga penyidik KPK, yakni Ambarita Damanik, Novel Baswedan dan MI Susanto, Miryam selalu diberikan kesempatan membaca, memeriksa dan mengoreksi berita acara pemeriksaan (BAP) sebelum ditandatangani.

Baca juga: Menurut Jaksa, Novanto Perkaya Gamawan, Miryam, hingga Ade Komarudin

Bahkan, ahli hukum pidana dan ahli psikologi forensik yang mengobservasi dan memberikan keterangan di persidangan yakin bahwa tidak ada tekanan yang dilakukan penyidik terhadap Miryam. Melalui video pemeriksaan yang diputar juga terlihat jelas bahwa proses pemeriksaan berjalan santai.

Miryam dalam persidangan pernah mengaku diancam dan ditakuti oleh Novel Baswedan. Menurut dia, Novel berkata bahwa Miryam seharusnya ditangkap pada tahun 2010 lalu, karena kasus korupsi.

Namun, jaksa merasa ketakutan Miryam tersebut tidak masuk akal. Sebab, dalam persidangan Miryam menyatakan tidak pernah melakukan kesalahan pada 2010. Dengan demikian, sewajarnya Miryam tidak perlu merasa takut dengan kata-kata Novel tersebut.

Hal lainnya yang menegaskan Miryam berbohong di pengadilan adalah, perbandingan keterangan dia dengan saksi-saksi lainnya.

Miryam mengatakan, sebenarnya tidak pernah ada pembagian uang ke sejumlah anggota DPR RI periode 2009-2014, sebagaimana yang dia beberkan sebelumnya kepada penyidik. Namun, saksi-saksi lain justru memberikan keterangan yang sama dengan yang dijelaskan Miryam dalam BAP.

Kesamaan terjadi pada kronologi penyerahan uang dan jumlah uang yang diterima Miryam dan yang dibagikan kepada sejumlah anggota DPR.

Baca juga: Jaksa: Novanto dan Anggota DPR Lainnya Menekan Miryam untuk Cabut BAP

Dalam proses penyidikan, Miryam sempat membuat catatan tulisan tangan mengenai pembagian uang. Dia pernah meminjam kalkulator untuk memastikan perhitungannya pas mengenai uang yang dibagikan kepada anggota DPR.

Jaksa KPK menilai perbuatan Miryam telah menghambat proses penegakan hukum dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP.

Selain itu, jaksa menilai Miryam tidak menghormati lembaga peradilan dan menodai kemuliaan sumpah. Kemudian, jaksa menilai, Miryam sebagai anggota DPR tidak memberikan contoh kepada masyarakat untuk bersikap jujur.

Divonis 5 tahun

Atas perbuatannya, Miryam divonis 5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/11/2017). Miryam juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Baca juga: Miryam S Haryani Divonis 5 Tahun Penjara

Majelis hakim menilai perbuatan Miryam tidak mendukung pemerintah yang sedang gencar memberantas korupsi. Selain itu, Miryam tidak mau mengakui perbuatan yang didakwakan.

Hakim menilai Miryam dengan sengaja tidak memberikan keterangan dan memberikan keterangan yang tidak benar saat bersaksi dalam sidang kasus korupsi pengadaan e-KTP.

Miryam dianggap dengan sengaja mencabut semua keterangan yang pernah ia berikan dalam berita acara pemeriksaan (BAP).

Jadi tersangka baru e-KTP

Setelah divonis 5 tahun penjara, Miryam kembali ditetapkan sebagai salah satu tersangka baru dalam perkara korupsi pengadaan e-KTP.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memaparkan, pada Mei 2011, setelah Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPR dan Kementerian Dalam Negeri, Miryam S Haryani meminta 100.000 dollar Amerika Serikat (AS) kepada Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil saat itu, Irman.

Baca juga: Setelah 4 Tersangka Baru, KPK Terus Kembangkan Kasus E-KTP

"Permintaan itu disanggupi dan penyerahan uang dilakukan di sebuah SPBU di Pancoran, Jakarta Selatan, melalui perwakilan MSH (Miryam)," kata Saut dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa.

Menurut Saut, Miryam juga meminta uang dengan kode "uang jajan" kepada Irman. Permintaan itu mengatasnamakan rekan-rekannya di Komisi II yang akan reses.

"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, MSH diduga diperkaya 1,2 juta dollar AS terkait proyek e-KTP ini," kata Saut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com