JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana mengenai amandemen terbatas Undang-Undang Dasar 1945 atau UUD '45 mengemuka, serta menuai pro dan kontra.
Tidak hanya sekadar amandemen UUD '45, tetapi wacana Garis Besar Haluan Negara (GBHN) juga turut disinggung untuk dihidupkan kembali.
Akan tetapi, sejumlah tokoh justru menginginkan UUD 1945 kembali ke naskah aslinya yang sesuai dengan amanat proklamasi. Terlebih, saat ini tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang dimilai tak berfungsi sebagaimana mestinya.
Putri Pertama Proklamator Indonesia Soekarno, Rachmawati Soekarnoputri, menjadi salah satu tokoh yang menginginkan agar Indonesia kembali ke UUD 1945 saat sebelum diamandemen.
Dengan kembali ke UUD '45 ke masa dulu, kata dia, maka fungsi MPR akan kembali juga seperti dulu.
Baca juga: Sambil Menahan Tangis, Rachmawati Soekarnoputri Minta RI Kembali ke UUD 1945
Ia mengatakan, saat ini, UUD 1945 sudah diamandemen sebanyak empat kali. Amandemen juga dilakukan saat Megawati Soekarnoputri, kakak Rachmawati, berkuasa sebagai Presiden.
Hal tersebut menyebabkan MPR sebagai lembaga tertinggi negara kehilangan superioritasnya sehingga berjalan seperti tak memiliki kuasa.
"MPR saat ini ibarat macan ompong karena setelah UUD 1945 diamandemen pada 2001, fungsi MPR sudah berubah total," kata Rachmawati di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Senin (12/8/2019).
"Dia bukan lembaga tertinggi negara lagi dan bahkan dalam tupoksi (tugas, pokok, fungsi) MPR sudah tidak ada lagi," ujarnya.
Rachmawati menilai, ketua MPR yang nantinya terpilih diharapkan bisa membawa kedudukan MPR kembali seperti yang tercantum dalam naskah asli UUD 1945. Dengan demikian, MPR bisa menjadi lembaga tertinggi negara.
"Sekarang kita bingung, MPR ini sekarang lembaga tinggi negara, bukan?" kata dia.
Ia mencontohkan, berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen, MPR bisa membuat ketetapan atau TAP MPR, serta menetapkan GBHN. Namun saat ini, hal tersebut tidak bisa dilakukan oleh MPR.
"Sekarang sudah tidak jelas kriteria MPR ini dalam bentuk ketatanegaraan kita. Apakah sistemnya dwikameral, trikameral, atau monokameral. Karena MPR sekarang boleh dikatakan dibilang joint session tidak jelas ya, di sini juga ada DPR, DPD, dan masing-masing seperti sejajar," ucap Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra ini.
Baca juga: Fungsi MPR Jadi Alasan Rachmawati Minta RI Kembali ke UUD 1945