Rachmawati juga mengatakan bahwa Pancasila dan UUD '45 tidak bisa dipisahkan karena keduanya memiliki keterikatan yang sangat kuat sebagai landasan negara.
"Pancasila agar bisa tegak di Republik Indonesia harus digandeng kembali dengan UUD '45. Artinya, kita harus kembali ke UUD '45," ujar Rachmawati.
Menurut dia, berdasarkan literatur dari pemikiran Presiden Pertama RI Soekarno atas kemerdekaan bangsa Indonesia, maka negara ini harus memiliki satu landasan ideal atau ideologi dasar sebuah negara.
Landasan tersebut berupa filosofi dalam Pancasila yang dianggap sebagai perekat persatuan Indonesia.
Baca juga: Fadli Zon: Wacana Amandemen UUD Jangan Jadi Kepentingan Sesaat
Ia menjelaskan, Pancasila memiliki filosofi sebagai grondslag atau dasar, sehingga tidak hanya sebagai slogan, tetapi Pancasila juga memiliki dua fungsi.
"Pertama adalah 'leitstar dinamis' sebagai bintang pemimpin, yaitu menciptakan masyarakat yang adil makmur sejahtera," ucap Rachmawati.
"Landasan kedua adalah sebagai meja statis. Jadi ini tak bisa diubah-ubah. Pancasila harga mati. Dua fungsi ini hanya bisa diciptakan dengan UUD 1945 sebagai landasan strukturiel," kata dia.
Tak jauh berbeda dengan Rachmawati, Wakil Presiden ke-6 RI Try Sutrisno mengusulkan agar UUD 1945 dikaji ulang.
Menurut dia, amandemen sebanyak empat kali yang telah dilakukan sebelumnya merupakan hal yang keliru karena banyak yang melenceng.
"Bukan ada amandemen, tapi kaji ulang. Artinya empat kali (amandemen) itu diteliti lagi. Kaji ulang itu, yang asli dikembalikan," ujar Try di acara yang sama, Senin (12/8/2019).
"Materi empat kali itu yang cocok untuk memperkuat UUD '45 karena kebutuhan zaman, karena suatu tantangan zaman dijadikan adendum, lampiran pada UUD '45 yang asli," kata dia.
Dengan demikian, menurut Try Sutrisno, UUD 1945 harus kembali menjadikan MPR sebagai lembaga tertinggi sesuai aslinya.
Baca juga: Try Sutrisno Usul UUD 1945 Dikaji Ulang dan Presiden Dipilih MPR