Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fadli Zon: Wacana Amandemen UUD Jangan Jadi Kepentingan Sesaat

Kompas.com - 12/08/2019, 13:40 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai, banyak hal yang harus dicermati sebelum memutuskan untuk amandemen terbatas UUD 1945. Fadli mengingatkan, agar wacana amandemen UUD 1945 tidak sebatas untuk memuluskan kepentingan kelompok tertentu.

"Kalau mau amandemen, harus dikaji dengan cermat, jangan hanya untuk kepentingan sesaat. Kalau untuk kepentingan sesaat atau kelompok, ini merugikan rakyat," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/8/2019).

Fadli menilai, amandemen UUD 1945 yang pernah dilakukan bermasalah dari sisi subtansi dan prosedur. Akibatnya, Indonesia hampir memiliki naskah UUD 1945 yang baru.

"Dari susbtansi itu naskah aslinya (UUD 1945) memang dihilangkan, ini jadi masalah, dan penjelasan dihilangkan atau naskah aslinya dirombak, dan kita hampir memiliki naskah UUD yang baru," ujarnya.

Baca juga: PDI-P Ingin Pimpinan MPR Mendatang Dukung Usulan Amandemen Terbatas

Fadli mengatakan, semua pihak harus mengkaji sejauh mana urgensi amandemen terbatas UUD 1945. Ia berpendapat, amandemen dapat dilakukan dengan mengembalikan UUD 1945 ke versi asli terlebih dahulu.

Setelah itu, dimasukkan adendum-adendum dari hasil amandemen UUD 1945 yang pertama hingga keempat. Lalu, menyiapkan hal-hal yang akan diamandemen berikutnya.

"Kalau bisa sekaligus aja, kita kembalikan dulu (UUD 1945 versi asli) lalu adendum dari hal-hal yang udah diputuskan di amandemen 1sampai 4, lalu hal apa yang akan dilakukan di amandemen berikutnya dengan bentuk adendum," tuturnya.

Baca juga: PDI-P Usul Amandemen Terbatas UUD 1945 agar MPR Jadi Lembaga Tertinggi

Fadli mengatakan, wacana amandemen UUD 1945 perlu dibicarakan karena akan berdampak pada seluruh kehidupan masyarakat. Fadli juga mendukung, amandemen terbatas UUD 1945 untuk menetapkan kembali MPR sebagai lembaga tertinggi dan menetapkan GBHN.

"Kalau GBHN bagus ya, karena ada pertanggung jawaban presiden terhadap program-program yang sudah disepakati bersama dan arah bangsa ditentukan bersama," pungkasnya.

Sebelumnya, PDI Perjuangan (PDI-P) merekomendasikan amandemen terbatas UUD 1945 untuk menetapkan kembali MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

Dengan demikian, MPR memiliki kewenangan menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman penyelenggaraan pemerintahan.

Baca juga: Sikap Politik PDI-P, Amandemen Terbatas UUD 1945 hingga Ambang Batas Parlemen 5 Persen

Rekomendasi amandemen terbatas konstitusi menjadi salah satu sikap politik PDI-P yang ditetapkan dalam Kongres V di Hotel Grand Inna Bali Beach, Sanur, Bali, Sabtu (10/8/2019).

"Kita memerlukan Garis Besar Haluan Negara atau pola pembangunan semesta berencana," kata Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto saat ditemui seusai kongres.

"Ini yang akan kami dialogkan bersama, tetapi sebagai keputusan kongres kami taat pada putusan itu," ujar Hasto.

Kendati MPR menjadi lembaga tertinggi negara, lanjut Hasto, partainya tidak merekomendasikan adanya perubahan sistem pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com