Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penangkapan Kelompok SMB yang Dinilai Langgar HAM, Transparansi Polisi Jadi Sorotan...

Kompas.com - 06/08/2019, 07:30 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah orang yang tergabung dalam kelompok masyarakat Serikat Mandiri Batanghari (SMB) di Jambi ditangkap aparat kepolisan Polda Jambi pada 19 Juli 2019. 

Penangkapan mereka bersamaan dengan beredarnya video penganiayaan dua orang anggota TNI.

Dalam video itu, para penganiaya disebut-sebut merupakan anggota SMB sehingga mereka pun ditangkap oleh polisi.

Kejadian tersebut bermula dari kebakaran hutan seluas 10 hektare di dua lokasi pada Jumat (12/7/2019) yang langsung dipadamkan agar kebakaran tak meluas.

Namun keesokan harinya, pada Sabtu (13/7/2019) puluhan orang yang diduga dari kelompok SMB memasuki kawasan hutan Distrik VIII yang dikelola PT Wirakarya Sakti (WKS) Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi.

Baca juga: KontraS Khawatir Aparat Masih Sisir Warga SMB untuk Ditangkap

Anggota TNI dan Polri yang bertugas mencegah mereka karena khawatir mereka akan membakar hutan lagi.

Namun, yang terjadi adalah penyerangan terhadap petugas yang videonya ramai diperbincangkan.

Setelah peristiwa itu terjadi, puluhan orang dari SMB ditangkap dan wilayah mereka dirusak oleh aparat. Selain ditangkap, orang-orang SMB disiksa oleh aparat.

Sejumlah lembaga perlindungan HAM seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai, dugaan pelanggaran HAM dalam penangkapan tersebut.

Sebab, polisi kepolisian terus menuduh SBM dengan berbagai narasi yang terus menyudutkan kelompok tersebut.

Narasi itu di antaranya bahwa SMB yang diketuai oleh Muslim bukanlah kelompok tani, melainkan kriminal bersenjata yang melakukan penipuan kepada masyarakat.

Penipuan yang dimaksud yakni dengan menduduki lahan PT WKS dan melakukan jual-beli lahan kepada masyarakat.

Investigasi YLBHI

Berdasarkan hasil investigasi YLBHI, narasi dari kepolisian yang menyudutkan SMB ini efektif membungkam kelompok tersebut.

Terbukti bahwa tak ada seorang pun yang berani mengungkap peristiwa kekerasan yang mereka alami itu, apa sebenarnya yang terjadi.

Baca juga: YLBHI Nilai Ada Unsur Kelalaian Negara dalam Penangkapan SMB Jambi

Wakil Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Era Purnama Sari mengatakan, pihaknya menemukan penangkapan sewenang-wenang terhadap kelompok SMB.

Bukan lagi puluhan, ratusan orang yang tergabung dalam SMB telah ditangkap oleh polisi. Sementara itu, 59 di antaranya dijadikan tersangka.

Penangkapan 59 orang tersebut dengan tuduhan mereka melakukan penganiayaan terhadap anggota TNI dan Polri yang sedang melakukan pemadaman kebakaran hutan.

Namun dalam penangkapannya, YLBHI menyebut, ada rentang waktu selama sepekan sejak terjadinya penganiayaan TNI pada tanggal 13 Juli 2019 dengan peristiwa penangkapan besar-besaran tanggal 19 Juli 2019.

Dugaan pelanggaran HAM 

Dari hasil investigasi tersebut, YLBHI menemukan beberapa hal berikut:

1. Ratusan orang ditangkap sewenang-wenang oleh ratusan anggota Polri dan TNI pada tanggal 18 Juli dan 19 Juli 2019 tanpa surat tugas, tanpa surat perintah penangkapan, tanpa pernah dipanggil secara sah menurut hukum;

2. Anggota SMB setelah ditangkap tidak dibawa ke kantor kepolisian tetapi diduga bawa ke kantor perusahaan dan sempat ditahan di kantor Perusahaan Wira Karya Sakti (WKS) milik Sinar Mas Group yang selama ini berkonflik dengan petani;

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com