Salin Artikel

Penangkapan Kelompok SMB yang Dinilai Langgar HAM, Transparansi Polisi Jadi Sorotan...

Penangkapan mereka bersamaan dengan beredarnya video penganiayaan dua orang anggota TNI.

Dalam video itu, para penganiaya disebut-sebut merupakan anggota SMB sehingga mereka pun ditangkap oleh polisi.

Kejadian tersebut bermula dari kebakaran hutan seluas 10 hektare di dua lokasi pada Jumat (12/7/2019) yang langsung dipadamkan agar kebakaran tak meluas.

Namun keesokan harinya, pada Sabtu (13/7/2019) puluhan orang yang diduga dari kelompok SMB memasuki kawasan hutan Distrik VIII yang dikelola PT Wirakarya Sakti (WKS) Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi.

Anggota TNI dan Polri yang bertugas mencegah mereka karena khawatir mereka akan membakar hutan lagi.

Namun, yang terjadi adalah penyerangan terhadap petugas yang videonya ramai diperbincangkan.

Setelah peristiwa itu terjadi, puluhan orang dari SMB ditangkap dan wilayah mereka dirusak oleh aparat. Selain ditangkap, orang-orang SMB disiksa oleh aparat.

Sejumlah lembaga perlindungan HAM seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai, dugaan pelanggaran HAM dalam penangkapan tersebut.

Sebab, polisi kepolisian terus menuduh SBM dengan berbagai narasi yang terus menyudutkan kelompok tersebut.

Narasi itu di antaranya bahwa SMB yang diketuai oleh Muslim bukanlah kelompok tani, melainkan kriminal bersenjata yang melakukan penipuan kepada masyarakat.

Penipuan yang dimaksud yakni dengan menduduki lahan PT WKS dan melakukan jual-beli lahan kepada masyarakat.

Investigasi YLBHI

Berdasarkan hasil investigasi YLBHI, narasi dari kepolisian yang menyudutkan SMB ini efektif membungkam kelompok tersebut.

Terbukti bahwa tak ada seorang pun yang berani mengungkap peristiwa kekerasan yang mereka alami itu, apa sebenarnya yang terjadi.

Wakil Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Era Purnama Sari mengatakan, pihaknya menemukan penangkapan sewenang-wenang terhadap kelompok SMB.

Bukan lagi puluhan, ratusan orang yang tergabung dalam SMB telah ditangkap oleh polisi. Sementara itu, 59 di antaranya dijadikan tersangka.

Penangkapan 59 orang tersebut dengan tuduhan mereka melakukan penganiayaan terhadap anggota TNI dan Polri yang sedang melakukan pemadaman kebakaran hutan.

Namun dalam penangkapannya, YLBHI menyebut, ada rentang waktu selama sepekan sejak terjadinya penganiayaan TNI pada tanggal 13 Juli 2019 dengan peristiwa penangkapan besar-besaran tanggal 19 Juli 2019.

Dugaan pelanggaran HAM 

Dari hasil investigasi tersebut, YLBHI menemukan beberapa hal berikut:

1. Ratusan orang ditangkap sewenang-wenang oleh ratusan anggota Polri dan TNI pada tanggal 18 Juli dan 19 Juli 2019 tanpa surat tugas, tanpa surat perintah penangkapan, tanpa pernah dipanggil secara sah menurut hukum;

2. Anggota SMB setelah ditangkap tidak dibawa ke kantor kepolisian tetapi diduga bawa ke kantor perusahaan dan sempat ditahan di kantor Perusahaan Wira Karya Sakti (WKS) milik Sinar Mas Group yang selama ini berkonflik dengan petani;

3. Telah terjadi penyiksaaan, perlakuan keji, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia terhadap ratusan orang-orang SMB;

4. Telah terjadi pembakaran Kantor SMB, pembongkaran pondok-pondok ribuan anggota SMB, pengrusakan fasilitas sosial yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat SMB berupa rumah ibadah (1 mushala, 2 gereja, fondasi masjid yang sudah mulai dibangun), sekolah TK, fondasi bangunan SMP hingga SMA. Rumah-rumah warga dibakar, kendaraan hilang tanpa surat penyitaan ada pula mobil warga yang dibakar;

5. Adanya larangan terhadap keluarga maupun pihak luar untuk bertemu dengan tersangka.

YLBHI pun mendatangi Polda Jambi pada 25 Juli 2019 dan bertemu dengan Direskrimum Polda Jambi. Namun, pihak YLBHI dilarang menemui tersangka dengan alasan YLBHI bukan keluarga.

Desak polisi transparan

Terkait kasus ini, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai, penangkapan masyarakat yang tergabung dalam SMB oleh aparat di Jambi bukan penegakkan hukum, melainkan balas dendam.

Staf Advokasi Pembelaan HAM KontraS Falis Agatriatma saat melakukan audiensi dengan Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (5/8/2019) mengatakan, pihaknya sangat mendesak aparat kepolisian untuk transparan, netral dan profesional dalam melakukan pengusutan.

"Penangkapan Polda Jambi terhadap Muslim CS adalah soal lahan SMB ini. Kekerasan yang dilakukan aparat jadi sorotan kami. Bacaan kami ini bukan proses penegakan hukum tapi balas dendam," ujar Falis.

Ia menilai, penangkapan ini ibarat balas dendam karena sebelumnya para petani di SMB itu menyerang pos PT Wira Karya Sakti (WKS) di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi, yang berada di Distrik VIII.

Jika penangkapan itu merupakan penegakkan hukum, kata dia, tidak mungkin para perempuan dan anak-anak juga ikut diproses hukum.

"Tapi kami tidak yakin mereka semua menyerang pos WKS. Mereka ditangkap karena bagian dari SMB," kata dia.

"Lalu opini SMB merupakan organisasi begini, begini pun mulai didengungkan sehingga kami khawatir proses hukumnya subjektif," kata dia.

YLBHI juga menilai, ada kelalaian negara dalam kasus penangkapan warga yang tergabung dalam kelompok SMB di Jambi pada 13 dan 18 Juli 2019. 

Menurut Era Purnama Sari, negara lalai untuk merespons cepat situasi yang terjadi.

Sebab, sebelumnya, sudah ada janji dari pihak tim penyelesaian konflik dari pemerintah untuk turun ke lapangan menemui SMB.

"Janji mereka turun ke lapangan pada tanggal 12-13 Juli untuk dialog dengan masyarakat SMB," ujar Era usai audiensi dengan Komnas HAM, di Kantor Komnas HAM, Senin (5/8/2019).

Menurut dia, masyarakat SMB menunggu kedatangan tim tersebut pada tanggal 13 Juli untuk berdialog terkait permasalahan yang terjadi.

Namun, sangat disayangkan tim tersebut justru tidak datang.

Karena dialog tak terjadi, warga SMB pun mengutus beberapa orang ke pos perusahaan, yakni Distrik VIII untuk meminta supaya lahan dikosongkan di hari yang sama.

"Waktu itu sudah ada aparat TNI dan mereka (TNI dan Polisi) melarang mereka sampai kemudian ada dugaan ancaman terhadap beberapa orang SMB," kata dia.

"Lalu orang SMB kembali ke posnya mereka dan kembali lagi membawa banyak massa sehingga terjadi penyerangan," ucap dia. 

Keganjilan 

Atas penyerangan inilah para anggota SMB ditangkap. Namun, yang menjadi ganjil yakni ditangkapnya lagi orang-orang SMB secara besar-besaran, termasuk sang ketua, Muslim pada 18 dan 19 Juli 2019.

Ratusan aparat bahkan dikerahkan untuk menangkap kelompok SMB tersebut dan membuat warga ketakutan.

"Yang pasti di situ ada perempuan dan anak. Diduga di situ juga ada perempuan hamil. Istri Muslim, kabar terakhir sedang hamil ada di dalam (penjara) juga anak kecil 4-5 tahun entah di dalam (penjara) atau dimana karena kami tidak bisa akses ke dalam," kata dia.

Kendati demikian, Era menyebut bahwa detail kejadian pastinya seperti apa masih menjadi misteri.

Penjelasannya tersebut merupakan hasil dari investigasi dan temuan dari YLBHI sendiri.

Sebab, orang-orang SMB sebagian besar sudah ditangkap polisi.

Bahkan, para petinggi kelompok tersebut dan masyarakat lainnya juga tetap disisir aparat hingga saat ini sehingga tak ada yang berani bicara.

"Dari informasi yang saya terima, di sana sudah diratakan semua. Jadi ini juga menghilangkan kesempatan tersangka untuk membuktikan dirinya tidak bersalah, termasuk membunuh karakter SMB itu sendiri," kata dia.

"Terlepas dari apapun, misalnya ada konflik lahan, gesekan dengan kelompok-kelompok lain. Tapi antara tanah dengan apa yang ada di atas tanah itu bisa jadi pemiliknya berbeda," pungkas dia.

YLBHI juga mendesak Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) untuk menuntaskan kasus tersebut yang disampaikan saat audiensi dengan Komnas HAM di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (5/8/2019).

YLBHI, kata dia, sudah mengadukan kasus tersebut kepada Komnas HAM sejak tanggal 20 Juli 2019 lalu sebelum pihaknya turun ke lapangan untuk melihat apa yang terjadi.

Ia mengatakan, apabila Komnas HAM turun lebih cepat untuk menyelesaikan kasus tersebut, tidak akan ada aksi pembersihan yang terjadi.

Pembersihan yang dimaksud adalah pembakaran kantor SMB, pembongkaran pondok-pondok ribuan anggota SMB, dan perusakan fasilitas sosial yang dibangun secara swadaya mulai dari tempat ibadah hingga sekolah yang dilakukan oleh aparat bersenjata, yakni TNI dan Polisi.

Selain itu, rumah-rumah dan kendaraan warga juga dibakar hingga kendaraan yang hikang tanpa surat penyitaan.

"Kami berharap Komnas HAM segera turun karena semkin lama semakin hilang buktinya. Penundaan keadilan kan ketidakadilan itu sendiri jadi Komnas HAM harus turun dalam minggu ini karena semakin lama ditunda, pelanggaran makin terus berlangsung," lanjut dia.

Respons Komnas HAM

Ketua Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengatakan akan melaporkan terlebih dahulu kepada Inspektorat Pengawasan Umum Kepolisian Negara (Irwasum) soal dugaan pelanggaran HAM terhadap kelompok masyarakat Serikat Mandiri Batanghari (SMB) di Jambi.

Langkah tersebut harus dilakukan, kata dia, agar mereka yang sudah ditangkap bisa diakses oleh Komnas HAM.

Sebab, berdasarkan laporan dari YLBHI, mereka yang sudah menjadi tersangka dan di penjara tidak bisa diakses oleh orang luar, termasuk keluarganya sendiri.

Menurut dia, dengan mendapatkan izin dari Irwasum, maka pihaknya bisa dengan mudah mengakses ke tahanan.

Beberapa hal bisa lebih mudah didapatkan seperti nama-nama yang diadukan hingga kemungkinan dugaan orang hilang.

"Sehingga terverifikasi semua. Dengan pegangan Irwasum, kita bisa masuk dan verifikasi," kata dia.


https://nasional.kompas.com/read/2019/08/06/07304581/penangkapan-kelompok-smb-yang-dinilai-langgar-ham-transparansi-polisi-jadi

Terkini Lainnya

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke