Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Megawati-Prabowo, Tak Ada Teman dan Musuh Abadi dalam Politik

Kompas.com - 25/07/2019, 10:48 WIB
Nibras Nada Nailufar,
Heru Margianto

Tim Redaksi


We have no eternal allies, and we have no perpetual enemies. Our interests are eternal and perpetual, and those interests it is our duty to follow. - Lord Palmerston.

 

DALAM politik tidak ada teman atau musuh yang abadi. Yang ada adalah kepentingan yang abadi. Mereka yang ingin bertahan lama dalam politik dituntut untuk lentur mengikuti jalan kepentingan abadi yang dinamis.

Kira-kira begitulah yang ingin disampaikan Henry John Temple Palmerston, mantan Menteri Luar Negeri Inggris, 1846-1851. Palmerston menyampaikan pandangannya di hadapan parlemen Inggris dalam konteks politik luar negeri.

Ia terpilih sebagai Perdana Menteri Inggris pada 1855-1858 pada usia 70 tahun. Sejarah mencatat, Lord Palmerston adalah orang tertua yang pernah ditunjuk sebagai Perdana Menteri Inggris.

Ia mendominasi kebijakan politik luar negeri Inggris sepanjang periode 1830-1865 di tengah pergolakan hebat yang terjadi di Eropa pada abad ke-19.

Kerajaan Inggris harus pandai-pandai menempatkan diri dalam konstelasi politik internasional yang penuh gejolak. Kuncinya satu: lentur. Tak ada teman dan musuh yang abadi.

Prinsip politik yang disampaikan Palmerston seolah menjadi prinsip abadi di sepanjang hikayat politik dunia, baik dalam konteks politik internasional maupun domestik.

Megawati-Prabowo

Di Indonesia, para politisi mempraktikkan prinsip ini dengan gemulai. Pertemuan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Rabu (24/7/2019), adalah panggung tontonan politik nan cantik yang mengingatkan kita pada Lord Palmerston.

Relasi politik kedua tokoh itu berlangsung amat dinamis sebagai teman dan rival. Setelah menghilang selama sekian tahun pasca-reformasi yang menumbangkan ayah mertuanya, Soeharto, nama Prabowo Subianto kembali terdengar samar-samar di panggung politik pada 2004.

Tahun itu, Megawati menjabat sebagai presiden sekaligus Ketua Umum Partai Demokorasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

Setelah melanjutkan masa kepresidenan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) selama tiga tahun, Megawati berniat melanjutkan era kepemimpinannya melalui Pilpres 2004.

Sementara Prabowo Subianto kala itu bergabung di Partai Golkar. Dikutip dari arsip harian Kompas, 22 Juli 2003, Prabowo mengambil formulir konvensi capres Golkar pada 21 Jui 2003.

Nama mantan Panglima Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat (Kostrad) itu diusulkan beberapa organisasi massa, yaitu DPP Kesatuan Organisasi Serba Guna Gotong Royong (Kosgoro) 1957, DPP Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), DPP Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI), dan DPP Majelis Dakwah Islamiyah, serta satu DPD Partai Golkar, yaitu DPD Jawa Tengah.

Di Golkar, ia bersaing melawan Aburizal Bakrie, Akbar Tandjung, Jusuf Kalla, Sultan Hamengku Buwono X, Surya Paloh, dan Wiranto.

Narasi yang dikampanyekan Prabowo saat itu sama persis dengan yang disampaikannya pada Pilpres 2014 dan 2019.

Prabowo Subianto pada 2003.KOMPAS/SURYOPRATOMO Prabowo Subianto pada 2003.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggap Jokowi Bukan Kader Lagi, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Anggap Jokowi Bukan Kader Lagi, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com