Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim MK: Kalau Tak Ada C1, Justru Menguntungkan, Kenapa Saudara Jadi Repot?

Kompas.com - 17/07/2019, 15:52 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat menjelaskan, pertimbangan utama pihaknya dalam mengambil putusan adalah dokumen surat atau tulisan.

Penjelasan Arief disampaikan dalam sidang perkara hasil pemilu legislatif DPD Provinsi Sumatra Utara, Rabu (17/7/2019).

Awalnya, Kuasa Hukum caleg DPD Faisal Amri, Muhammad Habibi, meminta supaya MK memerintahkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menghadirkan dokumen C1 atau formulir penghitungan suara.

Baca juga: Saat Hakim MK Diminta Pengacara Lafalkan PDI-P Jadi PDI Perjuangan

Sebab, keterangan dari Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai termohon dinilai tidak jelas karena tak menghadirkan dokumen C1.

Arief lalu menilai, Habibi tak semestinya mengajukan permintaan tersebut. Sebab, ada atau tidaknya C1 akan menjadi pertimbangan Mahkamah untuk melakukan penilaian.

"Kalau nggak menghadirkan C1 kan malah keuntungan saudara, kenapa saudara jadi repot," kata Arief.

Baca juga: KPU Bantah Caleg Petahana Golkar yang Klaim Kehilangan Ribuan Suara

Arief lalu menjelaskan bahwa dalam perkara konstitusional, dokumen berupa surat atau tulisan menjadi petimbangan utama Mahkamah dalam mengambil keputusan.

Hal ini berbeda dengan perkara pidana yang mengutamakan keterangan saksi ketimbang dokumen surat atau tulisan.

Menurut Arief, ketentuan tersebut telah tertuang dalam undang-undang serta Peraturan MK.

"Dalam perkara pidana yang diletakan paling atas itu namanya saksi yang melihat yang mendengar, tapi dalam perkara PHPU yang diletakan yang paling atas adalah surat atau tulisan. Keberadaan saksi itu di bawah," ujarnya.

Baca juga: Foto Cantik Caleg DPD di Surat Suara, Dituding Palsu hingga Digugat ke MK...

Atas hal tersebut, tak jadi masalah jika pihak-pihak yang berperkara tak membawa saksi dalam jumlah banyak atau bahkan sama sekali tidak membawa saksi. Apalagi, peraturan juga membatasi jumlah maksimal saksi yang dibawa oleh pihak yang berperkara.

Arief menambahkan, persidangan perselisihan hasil pemilu di MK bersifat speedy trial yang sifatnya dibatasi dalam 30 hari. Jika saksi yang dihadirkan terlalu banyak, persidangan justru tak akan berjalan dengan baik.

"Kalau harus menghadirkan saksi yang melihat, mendengar banyak sekali, satu, pemohonnya pada mati, hakimnya ya juga mati semua," kata Arief.

Kompas TV Menanggapi kasus Caleg DPD NTB yang digugat ke Mahkamah Konstitusi karena mengedit foto terlalu cantik, KPU Nusa Tenggara Barat memberi tanggapan.<br /> <br /> KPU menyebut tidak ada yang salah dengan foto caleg Evi Apita Maya karena sudah melalui proses verifikasi dengan benar. KPU juga mempertanyakan pihak penggugat yang baru mempermasalahkan terkait foto caleg pada saat pemilu telah memasuki tahapan pengumunan hasil.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com