JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan, pihaknya akan bekerja sama dengan lembaga antikorupsi Singapura dan Australia terkait kasus dugaan suap pejabat Kantor Imigrasi Kelas I Mataram.
Alasannya, dugaan suap ini berkaitan dengan penghentian proses hukum penyalahgunaan izin tinggal oleh dua warga negara asing (WNA) yang ditangani Kantor Imigrasi Kelas I Mataram.
Dua WNA berinisial BGW dan MK, masing-masing berasal dari dua negara tersebut.
"Tentu nanti kami akan melakukan koordinasi dengan Singapura dan Australia untuk melaporkan dua warga negara tersebut yang telah melakukan penyuapan pada pejabat publik di Indonesia. Mereka punya aturan yang melarang memberikan suap pada pejabat publik asing," kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (28/5/2019).
Dalam konstruksi perkara, dua pejabat Kantor Imigrasi Kelas I Mataram yang diduga menerima suap adalah Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram, Kurniadie dan Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Kantor Imigrasi Kelas I Mataram, Yusriansyah Fazrin.
Mereka diduga menerima suap sebesar Rp 1,2 miliar dari Direktur PT Wisata Bahagia sekaligus pengelola Wyndham Sundancer Lombok, Liliana Hidayat.
Uang Rp 1,2 miliar ini diduga merupakan kesepakatan bersama antara Liliana dan dua pejabat Imigrasi tersebut.
Hal itu guna menghentikan proses hukum terhadap dua WNA yang bekerja di tempat Liliana tersebut.
Baca juga: Kemenkumham Dukung KPK Ungkap Dugaan Suap Pejabat Imigrasi Mataram
Sebab saat itu, penyidik keimigrasian mengamankan BGW dan MK karena diduga menyalahgunakan izin tinggal.
Mereka diduga masuk menggunakan visa sebagai turis biasa. Akan tetapi, keduanya diduga bekerja di Wyndham Sundancer Lombok.
"Terkait status WNA yang diduga melanggar keimigrasian, begitu uang diserahkan, paspor dikembalikan, sudah kembali ke negara masing-masing, ke Singapura dan Australia. Ini kan penyuapan ke pejabat piblik. Tentu kami laporkan ke negaranya," kata dia.