JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, tak ada hal baru dalam permohonan praperadilan yang diajukan Direktur Utama nonaktif PT PLN Sofyan Basir.
Sofyan merupakan tersangka dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.
"Secara substansi kalau dari permohonan yang sudah kami terima tersebut, KPK sangat meyakini semuanya itu bisa dijelaskan dan dibantah ya permohonan yang diajukan SFB tersebut," kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (20/5/2019) malam.
Baca juga: Kasus Sofyan Basir, KPK Kembali Panggil Menteri ESDM Ignasius Jonan
Menurut dia, sejumlah permohonan yang diajukan pihak Sofyan juga sering dimunculkan oleh tersangka kasus korupsi lainnya dan sering pula ditolak oleh hakim praperadilan.
Misalnya, kata Febri, ketika mengargumentasikan penetapan tersangka tidak sah karena tidak pernah diperiksa dalam proses penyidikan.
"Jadi seolah-olah pihak pemohon praperadilan masih menganggap KPK harus melakukan penyidikan dulu baru kemudian dalam proses penyidikan menetapkan tersangka," ujar Febri.
"KPK memiliki ketentuan khusus di Undang-Undang KPK di Pasal 44 yang bersifat lex specialis sehingga ketika KPK meningkatkan status ke penyidikan berarti sekaligus di sana sudah ada tersangka. Nah ini yang salah satu yang menjadi keberatan di sana dan tentu tidak akan terlalu sulit untuk menjawab itu," sambung Febri.
Febri memandang penetapan tersangka Sofyan sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Baca juga: KPK Ajukan Permohonan Penundaan Sidang Praperadilan Sofyan Basir
"Penetapan tersangka di tahap penyidikan itu kami sudah yakin secara formil dan materiil. Bahwa ada pihak yang mengujinya di praperadilan pasti kami hadapi dan kami akan menjelaskan hal tersebut," papar dia.
Sofyan mengajukan praperadilan pada hari Rabu (8/5/2019) kemarin, dengan nomor perkara 48/Pid.Pra/2019/PN.JKT.SEL terhadap termohon, yakni KPK c.q. pimpinan KPK dengan klarifikasi perkara sah atau tidaknya penetapan tersangka.