JAKARTA, KOMPAS.com - Sebuah surat terbuka yang ditandatangani 42 penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berasal dari kepolisian, mengkritik pengangkatan sejumlah penyelidik internal KPK menjadi penyidik.
Surat yang terdiri dari 6 halaman itu berjudul, "Menyikapi Proses Perpindahan Pegawai di Lingkungan Kedeputian Penindakan yang Diduga Melanggar Prosedur".
Pada Selasa (23/4/2019) lalu, diketahui sebanyak 21 penyidik baru bertugas di Direktorat Penyidikan KPK. Ke-21 penyidik muda ini sebelumnya merupakan penyelidik di KPK. Mereka mengikuti pelatihan selama lima pekan sejak 11 Maret hingga 13 April 2019.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah pernah mengatakan, penyelidik yang mengikuti pelatihan adalah mereka yang memenuhi persyaratan, kesesuaian kompetensi, tingkat jabatan, dan berpengalaman di bidang penyelidikan selama dua tahun.
Baca juga: Tangkap Bupati Talaud, KPK Amankan Anting Berlian hingga Jam Tangan Rolex
Sementara dalam surat penyidik KPK yang berasal dari kepolisian itu, mereka menilai pengangkatan penyidik baru itu sebagai upaya kelompok tertentu menjadikan Direktorat Penyidikan sebagai tempat untuk membangun tirani.
Melalui surat itu, mereka memandang pengangkatan penyelidik menjadi penyidik tanpa tes, dan bertentangan dengan Peraturan Pimpinan KPK nomor 1 tahun 2018 tentang Penataan Karier di Komisi Pemberantasan Korupsi.
Mereka mengacu pada Pasal 1 ayat 4 bahwa rotasi adalah perpindahan jabatan di satu kedeputian/sekjen pada tingkat jabatan dan fungsi yang sama.
"Sehingga tidak tepat kiranya ketika perpindahan penyelidik menjadi penyidik tanpa tes kemudian dimaknai sebagai rotasi, karena penyelidik dan penyidik memang berasal dari satu kedeputian yang sama yakni Kedeputian Penindakan tetapi memiliki fungsi yang berbeda," demikian bunyi surat tersebut.
Baca juga: Rekam Jejak Bupati Talaud Sri Wahyumi Manalip, Istri Hakim yang Jadi Tahanan KPK
Mereka juga mengacu pada Pasal 1 ayat 2 dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang menjelaskan definisi penyidikan dan penyelidikan.
Selain itu, mereka turut mengacu pada Pasal 38 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang KPK yang pada intinya menjelaskan, segala kewenangan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan yang diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 itu berlaku pula bagi penyelidik, penyidik dan penuntut umum pada KPK.
Dalam surat itu, mereka juga menyebutkan adanya ketidakadilan karena penyelidik yang bergeser ke Direktorat Penyidikan tanpa tes.
Menurut mereka, para penyelidik yang bergeser itu berasal dari rumpun jabatan Muda Menengah (grading 15-3) Apabila berpindah ke Direktorat Penyidikan, rumpun jabatannya tidak turun.
"Sementara penyidik sumber Polri yang sudah mengabdi di KPK selama tiga tahun sebagai penyidik, masih berada pada posisi rumpun jabatan Muda Pemula (grading 15-2). Hal tersebut menunjukkan adanya diskriminasi treatment terhadap sesama penyidik KPK, antara penyidik sumber internal dan penyidik sumber Polri," bunyi surat tersebut.
Mereka menilai, pengangkatan penyelidik menjadi penyidik merupakan upaya menjadikan Direktorat Penyidikan menjadi homogen. Mereka mengartikan, nantinya Direktorat Penyidikan berpotensi diisi oleh orang-orang dari sumber internal KPK saja.
"Bisa dibayangkan seandainya homogenisasi tersebut benar-benar terjadi maka akan terbangun tirani penegak hukum yang memiliki kewenangan luar biasa (penyidik KPK), karena sudah tidak ada lagi Check and Balances," bunyi surat tersebut.
Respons Pimpinan KPK
Secara terpisah, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang tak membantah keberadaan surat tersebut.
"Oh Iya ini dinamika, check and balances biasa. Dan di KPK, dinamika itu tinggi, dan sudah biasa pegawai menanggapi setiap adanya inovasi kebijakan," kata Saut kepada Kompas.com, Kamis (2/5/2019).
Saut mengatakan pimpinan tetap pada keputusannya bahwa 21 penyidik baru itu sudah dilantik dan bekerja.
"Sudah diambil kebijakan lanjut, dimana pimpinan firm pada kebijakannya, dimana penyidik barunya sudah dilantik, dan siap bekerja," kata Saut.
Saut juga membenarkan salah satu dasar pertimbangan pengangkatan penyidik baru itu adalah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 109/PUU-XIII/2015.
Dalam putusannya, hakim MK menyatakan bahwa KPK dapat merekrut penyidik, baik dari instansi lain seperti Kepolisian dan Kejaksaan, serta dapat juga merekrut sendiri sebagaimana ditentukan dalam Pasal 45 ayat (1) UU KPK.
Untuk penyidik dari Kepolisian dan Kejaksaan harus diberhentikan sementara dari instansi asalnya.
Pasal 45 ayat (1) UU KPK berbunyi “Penyidik adalah penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi”.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.