JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Satuan Kerja Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Strategis Anggiat Partunggul Nahat Simaremare sempat menolak uang Rp 500 juta yang diberikan kontraktor pada 28 Desember 2018 lalu.
Saat itu, Anggiat diingatkan bahwa ia sedang dipantau oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal itu dikatakan Anggiat saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (15/4/2019). Anggiat bersaksi untuk empat terdakwa yang merupakan kontraktor pelaksana proyek SPAM.
Baca juga: Saksi Mengaku Berikan Rp 500 Juta dari Kontraktor kepada Dirjen di PUPR
"Waktu itu diberi tahu, mulai sekarang jangan terima tamu sama jangan terima uang," ujar Anggiat saat bersaksi.
Menurut Anggiat, saat itu yang memberitahunya adalah Inspektur Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Anggiat diberitahu bahwa ia sedang dipantau oleh KPK.
Meski demikian, pada hari yang sama, yakni 28 Desember 2018, sejumlah pejabat PUPR ditangkap oleh KPK. Masing-masing yakni Anggiat dan pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek SPAM Katulampa Meina Woro Kustinah.
Kemudian, Kasatker SPAM Darurat Teuku Moch Nazar dan PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin.
Dalam persidangan, Anggiat mengakui menerima uang dalam jumlah besar dari sejumlah kontraktor. Anggiat tidak menyebut uang tersebut sebagai fee.
Sebagian uang diakui sebagai pinjaman, sementara selebihnya diakui sebagai pemberian dari kontraktor.
Baca juga: Diperiksa dalam Kasus SPAM, Mantan Irjen Kementerian PUPR Ditanya soal Temuan BPK
Dalam kasus ini, keempat pejabat PUPR diduga menerima uang dari kontraktor supaya mereka tidak mempersulit pengawasan proyek, sehingga dapat memperlancar pencairan anggaran kegiatan proyek di lingkungan Satuan Kerja PSPAM Strategis dan Satuan Kerja Tanggap Darurat Permukiman Pusat Direktorat Cipta Karya Kementerian PUPR.
Beberapa proyek itu yang dikerjakan oleh PT Wijaya Kusuma Emindo dan PT Tashida Sejahtera Perkasa.