JAKARTA, KOMPAS.com - Langkah Istana Kepresidenan menyurati Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan meminta KPU menjalankan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) soal Oesman Sapta Odang (OSO) dinilai kurang tepat.
Menurut Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari, pihak Istana kurang komprehensif dalam membaca persoalan pencalonan OSO sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
"Saya melihat istana kurang cermat membaca persoalan ini," kata Feri saat dihubungi Kompas.com, Jumat (5/4/2019).
Baca juga: KPU Nilai Surat Istana soal OSO Bukan Bentuk Intervensi Presiden
Putusan PTUN Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT memang membatalkan surat keputusan (SK) KPU tentang Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD yang tak memuat nama OSO. Putusan PTUN juga meminta KPU memasukan nama OSO ke DCT.
Tetapi, pihak Istana seolah lupa bahwa ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 30/2018 yang melarang calon anggota DPD memiliki jabatan kepengurusan di partai politik.
Putusan MK bersifat final dan mengikat. Putusan MK juga menerjemahkan maksud dari undang-undang.
Baca juga: KPU Pastikan Tak Ada Nama OSO di Surat Suara Calon DPD
Sedangkan putusan PTUN menerjemahkan maksud dari kebijakan.
"Kebijakan nggak boleh lebih tinggi dari UU, sehingga semestinya Istana membaca ini secara utuh," ujar Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas itu.
Selain menyoal tentang putusan PTUN, seharusnya pihak Istana punya pertimbangan lain berupa putusan MK.
Baca juga: Tolak Diintervensi soal OSO, KPU Tegaskan Bukan Anak Buah Presiden Jokowi
Sebab, seluruh orang hatus taat dan patuh putusan MK karena itu makna dari segala undang-undang.
"Maka seharusnya dia (Istana) menerjemahkan berbeda. Bahwa putusan PTUN ini karena ada putusan MK dapat untuk tidak dilaksanakan oleh KPU," kata Feri.
Istana Kepresidenan mengirimkan surat kepada KPU meminta agar OSO bisa mencalonkan diri sebagai calon anggota DPD periode 2019-2024.
Baca juga: Jokowi Kirim Surat agar OSO Disahkan Jadi Caleg DPD, KPU Menolak
Surat yang diteken oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno tersebut sudah dikirim sejak 22 Maret lalu, namun baru beredar pada Kamis (4/4/2019).
KPU tetap pada keputusannya, menolak untuk memasukan nama OSO ke DCT.
Lembaga penyelenggara pemilu itu mengaku berpegang pada putusan MK nomor 30/2018 yang melarang calon anggota DPD memiliki jabatan kepengurusan di partai politik.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.