JAKARTA, KOMPAS.com - Maraknya kasus korupsi yang melibatkan petinggi partai politik mengindikasikan komitmen pemberantasan korupsi hanya sebatas retorika.
Dalam acara Satu Meja, Kompas TV, bertajuk 'Lawan Korupsi, Parpol Bisa Apa?', Rabu (27/3/2019) malam, seluruh petinggi partai politik menegaskan sikapnya soal anti-korupsi.
Empat petinggi partai sepakat bahwa sikap koruptif di internal partai menjadi salah satu persoalan yang harus dibenahi.
Baca juga: Pembubaran Partai Politik Diusulkan sebagai Langkah Radikal Berantas Korupsi
Wakil Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Erico Sotarduga, Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno, Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Supratman Andi Agtas, mengatakan, masing-masing partainya telah memiliki mekanisme untuk mencegah praktik korupsi.
Misalnya, melalui proses pendidikan politik, perubahan struktur, regulasi hingga langkah tegas berupa pemecatan terhadap kader yang menjadi tersangka korupsi.
Namun, hal itu dinilai belum menjadi langkah yang solutif untuk memberantas korupsi. Di sisi lain, partai dinilai belum memiliki kemauan politik akibat berbenturan dengan kepentingan internal. Misalnya, terkait bidang legislasi.
Baca juga: Rizal Ramli Usul Partai Politik Dibiayai Negara
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar berpandangan, partai politik saat ini masih belum memiliki kemauan untuk benar-benar memberantas korupsi. Hal itu terlihat dalam pembahasan undang-undang di DPR.
"Parpol ini selalu bicara soal ide brilian tapi kemudian ide ini terkendala satu hal sederhana yang namanya kepentingan," ujar Zainal, Rabu (27/3/2019).
Baca juga: Menurut KASN, Begini Modus Parpol Bermain Jual Beli Jabatan di Kementerian
"Menurut saya unwilling. Willingness ini yang menurut saya, kita masih bermasalah. Bahasa orang-orang partai menurut saya luar biasa. Tapi ketika dihadapkan pada kepentingan partai di internal, ketika dihadapkan pada proses pembuatan undang-undang," ucapnya.
Zainal mencontohkan, hingga saat ini Indonesia belum memiliki dua regulasi yang dinilai dapat menjadi instrumen dalam memberantas korupsi, yakni UU Pembatasan Transaksi Tunai dan UU Perampasan Aset.
Padahal, rancangan UU Perampasan aset dan naskah akademiknya telah diusulkan sejak 2009. Sementara RUU Pembatasan Transaksi Tunai sudah diusulkan sejak 2012.
Baca juga: KASN: Ada Intervensi Parpol dalam Penentuan Jabatan di Kementerian
Kendati demikian, pembahasan kedua RUU tersebut mandek di DPR.
"Indonesia ini seperrti lari di treadmill soal pemberantasan korupsi. Berkeringatnya banyak, tapi sebenarnya tidak bergerak dari tempat itu," kata Zainal.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, rendahnya komitmen partai politik terkait pemberantasan korupsi dapat dilihat melalui satu indikator sederhana.
Baca juga: Bawaslu: Meski Caleg Eks Napi Koruptor Lolos, Keputusan di KPU
"Sederhana saja, kemarin kok mantan napi korupsi dicalonkan semua. Hanya tiga partai yang tidak mencalonkan," ujar Titi.