"Dalam konteks ini, refleksi dari akademisi Robet tersebut sangat tidak pas dikategorikan menyebabkan keonaran karena isu dwifungsi TNI tersebutlah yang menjadi penyebab keonaran di masyarakat dengan dibuktikan pada banyaknya penolakan rencana diaktifkannya kembali dwifungsi TNI," ujar Sustira.
Sustira menambahkan, tak ada nilai informasi dari ujaran Robertus Robet karena apa yang disampaikannya atau dalam hal ini nyanyian, telah lama digunakan dalam pergerakan mahasiswa.
Oleh karena itu, tidak relevan lagi menyebutkan apakah nyanyian itu berita bohong atau tidak.
Pasal 207 KUHP tentang Penghinaan terhadap kekuasaan yang ada di Indonesia juga dinilai tidak tepat untuk menjerat Robertus Robet.
Baca juga: Penangkapan Robertus Robet Dinilai Tak Berdasar dan Cederai Demokrasi
Sebab, dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 013-022/PUU-IV/2006 disebutkan bahwa penuntutan hanya dilakukan atas dasar pengaduan dari penguasa.
Oleh karena itu, jika lembaga kepolisian ataupun TNI yang merasa terhina, seharusnya yang berhak melakukan pengaduan adalah Kapolri atau Panglima TNI sebagai pejabat struktural yang dimandatkan untuk memimpin lembaga tersebut.
"Terakhir, tindakan intimidasi dan kriminalisasi yang dilakukan oleh kepolisian seperti yang diterapkan kepada Robertus Robet tanpa mengikuti prosedur yang diterapkan dalam KUHAP merupakan pelanggaran HAM," kata Sustira.
"Tindakan ini jelas ditujukan untuk menimbulkan iklim ketakutan kebebasan berekspresi di tengah-tengah masyarakat," kata dia.
Polisi telah menetapkan Robertus Robet sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana penghinaan terhadap penguasa atau badan umum di Indonesia.
Baca juga: Ini Video Orasi yang Diduga Jadi Penyebab Robertus Robet Ditangkap Polisi
Berdasarkan surat dari kepolisian, Robet dijerat Pasal 45 A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dan/atau Pasal 14 ayat (2) jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana, dan/atau Pasal 207 KUHP.
Robet diduga telah melakukan penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat berdasarkan SARA, berita hoaks, atau penghinaan terhadap penguasa atau badan umum.
Tindak pidana tersebut diduga dilakukan Robet saat berorasi di Aksi Kamisan pada 28 Februari 2019 mengenai dwifungsi ABRI.
Dalam orasinya itu, Robet menyanyikan lagu yang sering dinyanyikan mahasiswa pergerakan 1998 untuk menyindir institusi ABRI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.