JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR Firman Soebagyo menilai tak perlu membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mengatasi polemik Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) untuk Warga Negara Asing (WNA).
Hal itu disampaikan Firman saat diskusi bertajuk "Polemik e-KTP WNA, Perlukah Perppu?", di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/2/2019).
"Ke depan kita tidak perlu membuat Perppu karena Perppu ini kita lihat urgensinya, sebab sudah tinggal 49 hari lagi," kata Firman.
Meski tak sepakat untuk membuat Perppu, Firman berpandangan dibutuhkan peraturan turunan untuk memperjelas kartu identitas bagi WNA.
Misalnya, KPU membuat Peraturan KPU (PKPU) terkait e-KTP.
KPU, kata Firman, perlu mempertegas bahwa hanya e-KTP milik WNI yang dapat digunakan untuk mencoblos di pemilu.
"KPU juga menyesuaikan menyempurnakan PKPU-nya, ada penjelasan bahwa warga negara yang punya hak suara itu adalah warga negara Indonesia yang bukan pemegang E-KTP asing. Itu harus jelas," terangnya.
Selain itu, Firman menilai Kementerian Dalam Negeri juga perlu membuat peraturan untuk meregulasi terkait perbedaan warna antara e-KTP milik WNI dan WNA.
Menurutnya, perbedaan warna akan membuat publik lebih mudah mengenali antara e-KTP untuk WNI dan WNA agar tidak ada penyalahgunaan.
Baca juga: Anggota Komisi II Usul Perubahan Warna pada E-KTP WNA
Pemberian e-KTP untuk WNA menjadi sorotan publik setelah viralnya sebuah e-KTP yang diduga milik warga negara China berinisial GC yang berdomisili di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Penerbitan e-KTP untuk WNA telah sesuai dengan ketentuan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.
Pasal 63 ayat (1) UU Adminduk menyatakan, "Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki E-KTP".