Langkah ini, menurut Anam, merupakan terobosan hukum untuk memastikan keadilan bagi korban dan hak atas kebenaran bagi publik luas.
Di sisi lain, Jaksa Agung dapat menerbitkan surat perintah penyidikan kepada Komnas HAM untuk melakukan pemeriksaan.
"Kedua jalan di atas merupakan jalan terbaik bagi kepentingan bangsa dan negara yang berdasarkan hukum dan HAM. Daripada debat tanpa ujung dan tawaran mekanisme hanya bersifat jargon semata," kata Anam.
Hal senada diungkapkan oleh Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Yati Andriyani.
Yati menilai, polemik itu seharusnya dapat menjadi peluang bagi Jaksa Agung untuk segera melakukan penyidikan.
Di sisi lain, Wiranto dan Kivlan Zen juga bisa memberikan kesaksian kepada Komnas HAM sebagai penyelidik.
Baca juga: Daripada Debat Kosong, Wiranto dan Kivlan Zen Lebih Baik Beri Keterangan ke Jaksa Agung
"Masalah hukum selesaikanlah melalui mekanisme hukum yang ada. Caranya beri kesaksian ke Komnas HAM sebagai penyelidik dan Jaksa Agung sebagai penyidik untuk kemudian diadili kasusnya melalui pengadilan HAM," ujar Yati saat dihubungi, Rabu (27/2/2019).
Selain itu, lanjut Yati, Presiden Joko Widodo dapat menerbitkan keputusan presiden (keppres) pembentukan pengadilan HAM ad hoc.
Dengan demikian, pemerintah dapat memulai penuntasan kasus pelanggaran berat HAM serta memberikan keadilan bagi korban dan keluarganya.
"Pemerintah masih sangat mungkin menyelesaikan masalah ini," kata Yati.
"Presiden Jokowi jangan diam saja. Keluarkan segera kebijakan Keppres pengadilan HAM ad hoc peristiwa mei 98, kasus penghilangan paksa, Trisaksi, Semanggi I, dan II," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.