Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Saya Khawatir Tim Gabungan Kasus Novel Hanya untuk Kepentingan Jokowi Saat Debat"

Kompas.com - 12/01/2019, 12:05 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum Novel Baswedan, Haris Azhar, merasa aneh dengan pembentukan tim gabungan oleh kepolisian RI (Polri). Pasalnya pembentukan tim gabungan dilakukan menjelang debat capres yang akan digelar pada 17 Januari 2019 mendatang.

Haris khawatir tim gabungan dibentuk hanya untuk kepentingan Presiden Joko Widodo saat debat capres.

"Aneh, kok seolah bekerja pas mau debat. Saya khawatir dibentuk tim ini, hanya untuk menyediakan jawaban buat Jokowi saat debat," ujar Haris kepada Kompas.com, Sabtu (12/1/2019).

Baca juga: Polri Bentuk Tim Gabungan, KPK Harap Penyerang Novel Baswedan Segera Ditemukan

Selain itu Haris juga mengkritik komposisi anggota tim gabungan yang didominasi unsur dari kepolisian.

Dari salinan surat tugas dengan nomor Sgas/3/I/HUK.6.6/2019 yang diterima Kompas.com, tim gabungan terdiri dari 65 orang.

Sebanyak 53 orang berasal dari Polri, dua orang pakar, satu akademisi, satu orang dari unsur organisasi masyarakat sipil, satu orang Komisioner Kompolnas, dua orang mantan Komisioner Komnas HAM dan lima orang dari unsur KPK.

Baca juga: Tim Gabungan Kasus Novel Baswedan Terkesan Disiapkan untuk Debat Pilpres

Haris pun pesimis kasus Novel dapat dituntaskan melalui pembentukan tim gabungan.

"Memang ada nama-nama baru. Hendardi, Ifdhal Kasim, Nurkholis dan Poengky, tapi ini tim nama-nama sisipan saja dalam 'rumah lama' yang tidak pernah berbuah kerja," kata Haris.

Haris juga menilai pembentukan tim gabungan tidak sesuai dengan keinginan tim kuasa hukum dan unsur masyarakat sipil.

Baca juga: Tim Gabungan untuk Kasus Novel Baswedan Bertugas Selama 6 Bulan

Mereka menginginkan pemerintah membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) yang bertanggungjawab langsung ke presiden.

"Dengan kata lain, ini bukan TGPF. Kenapa TGPF? Dia lapornya ke Presiden, supaya punya kekuatan dan Presiden bisa meminta Kapolri, kemudian bekerja dengan cara yang tepat sesuai temuan TGPF," ucap Haris.

"Tim ini hanya ada sedikit tambahan pemanis. Seolah merespon laporan Komnas HAM. Lihat saja nanti hasilnya, paling menyalahkan Novel lagi yang difitnah tidak mau kooperatif untuk diperiksa," tuturnya.

Baca juga: Polri Bentuk Tim Gabungan untuk Kasus Novel Baswedan

Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Muhammad Iqbal mengatakan, pembentukan tim bertujuan untuk mengusut kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan dan menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM.

Surat tugas pembentukan tim gabungan dikeluarkan pada 8 Januari 2019 dan ditandatangani oleh Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian.

Dalam surat itu, tim diperintahkan melaksanakan setiap tugas serta melakukan koordinasi dan kerja sama dengan berbagai pihak dan instansi terkait berdasarkan prosedur tetap yang telah diatur sesuai dengan perundang-undangan.

Surat tugas ini berlaku selama enam bulan terhitung mulai 8 Januari 2019 sampai dengan 7 Juli 2019.

Kompas TV Sidang kasus perintangan proses penyidikan dengan terdakwa Lucas dalam perkara kasus suap yang melibatkan mantan Bos Lippo Group Eddy Sindoro kembali digelar dengan agenda pemeriksaan saksi fakta. Sidang diwarnai perdebatan antara pengacara terdakwa, penuntut umum dan saksi ahli yakni Novel Baswedan.<br /> Sidang yang beragendakan pemeriksaan saksi fakta, Novel Baswedan yang pada saat itu masih berlangsung sengithingga 2 kali di skors oleh majelis hakim.Perdebatan terjadi karena pengacara terdakwa meminta Jaksa Penuntut Umum membeberkan bukti percakapan chat yang diserahkan penyidik KPK,namun jaksa penuntut umum dan Novel Naswedan, keberatan. <br />
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com