Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Kasus OSO, Perludem Nilai Bawaslu Keliru Buat Putusan

Kompas.com - 10/01/2019, 13:11 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) menilai, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) keliru dalam mengambil keputusan kasus pelanggaran administrasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) atas pencalonan Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Dalam putusannya, Bawaslu menyatakan KPU terbukti melanggar administrasi. Bawaslu memerintahkan KPU memasukan nama OSO ke daftar calon tetap (DCT) anggota DPD dalam Pemilu 2019.

Namun, jika kelak OSO terpilih, yang bersangkutan harus menyerahkan surat pengunduran diri dari pengurus parpol, satu hari sebelum penetapan calon DPD terpilih.

Baca juga: Perjalanan Polemik Pencalonan OSO sebagai Anggota DPD hingga Akhirnya Diputus Bawaslu

Menurut Peneliti Hukum Perludem Fadli Ramadhanil, putusan Bawaslu tidak mengakomodasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang melarang pengurus partai politik rangkap jabatan sebagai anggota DPD.

Sebab, putusan MK berbicara tentang syarat pencalonan, bukan syarat calon terpilih.

Sementara putusan Bawaslu mensyaratkan OSO mundur dari kepengurusan paslon setelah terpilih.

"Pada titik pencalonanlah larangan terhadap pengurus partai politik itu untuk ikut serta sebagai kontestasi pemilu. Bukan setelah terpilih dan syarat ditetapkan sebagai calon terpilih," kata Fadli dalam keterangan tertulis, Kamis (10/1/2019).

Baca juga: Ada Dissenting Opinion dalam Putusan Bawaslu soal Kasus OSO

Fadli mengatakan, keputusan Bawaslu justru memberi norma baru. Bahwa boleh saja OSO yang notabene tidak mau mundur sebagai pengurus partai politik tetap menjadi calon anggota DPD, dan jika terpilih harus mengundurkan diri menjadi pengurus partai politik.

Norma tersebut, kata Fadli, sama sekali tidak ada rujukan dan cantelan hukumnya dalam UU ataupun Putusan MK manapun.

Jika pelaksanaan tahapan pemilu dibiarkan keluar berkali-kali dari pakem hukum, maka integritas penyelenggaraan pemilu akan jadi turuhan. Publik akan menjadi bingung dan tidak percaya.

Publik dikhawatirkan akan meragukan proses penyelenggaraan pemilu jika penyelenggara pemilu tak mematuhi sebuah konstitusi untuk pelaksaaan pemilu.

Fadli menyebut, atas kejadian ini, persiapan Pemilu 2019 berada di alarm kuning.

Baca juga: Bawaslu Dinilai Inkonsisten dalam Putusan Kasus OSO

Ia juga ingatkan Bawaslu untuk berhati-hati dalam bekerja. Sebab, Bawaslu merupakan bagian dari penegak keadilan pemilu.

"Jangan sampai konstitusionalitas pemilu dipertanyakan karena menyertakan orang yang tidak memenuhi syarat sebagai peserta pemilu," ujar Fadli.

Bawaslu memerintahkan KPU untuk memasukkan OSO dalam daftar calon anggota DPD dalam Pemilu 2019.

Namun, dalam putusan Bawaslu, OSO tetap harus mundur sebagai pengurus Partai Hanura jika kembali lolos sebagai anggota DPD periode 2019-2024.

Saat ini, OSO masih menjabat sebagai Ketua Umum Partai Hanura.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Akui Cita-Citanya Adalah Jadi Presiden: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Prabowo Akui Cita-Citanya Adalah Jadi Presiden: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Tri Suci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Tri Suci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

Nasional
Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Nasional
Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Nasional
Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

Nasional
Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Nasional
Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com