Dia kecewa pada pemilihan presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dimonopoli oleh Soeharto selama puluhan tahun.
Sri Bintang Pamungkas kemudian dipenjara Rezim Orde Baru karena dianggap melawan pemerintah. Namun, di "hotel prodeo" dirinya tetap melakukan perlawanan terhadap Soeharto.
Jelang Pemilu 1997, sosok Megawati sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI) menjadi simbol perlawanan terhadap Orde Baru.
Kondisi ini kemudian menyebabkan terjadinya konflik internal di PDI, hingga terjadinya kerusuhan 27 Juli 1996.
Kerusuhan ini terjadi karena kelompok pro Megawati menguasai DPP PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Kelompok yang mengaku pendukung Soerjadi kemudian menyerang dan berusaha menguasai DPP PDI.
Setelah peristiwa 27 Juli, perlawanan terhadap Soeharto semakin masif. Pendukung PDI yang kemudian bergabung dengan pendukung Partai Persatuan Pembangunan yang jenuh dengan kepemimpinan Soeharto menggaungkan Mega-Bintang pada Pemilu 1997.
Pendukung Megawati kemudian "beralih" dan mendukung PPP sebagai bentuk perlawanan terhadap Soeharto. Saat itu PPP memang berlambang bintang.
Selain itu, ada juga yang memaknai Mega-Bintang sebagai upaya merekatkan Megawati dengan Sri Bintang Pamungkas, sebagai pasangan alternatif melawan Soeharto dalam Sidang Umum MPR, pasca-Pemilu 1997.
Namun, upaya ini gagal setelah Golkar memenangkan Pemilu 1997. Setelah itu, Soeharto juga kembali terpilih sebagai presiden dalam Sidang Umum MPR pada Maret 1998.
Setelah Soeharto kembali terpilih, perlawanan semakin masif. Mahasiswa kemudian turun ke jalan. Gelombang demonstrasi semakin besar hingga akhirnya menjatuhkan Soeharto pada Mei 1998.
Baca juga: 21 Mei 1998, Saat Soeharto Dijatuhkan Gerakan Reformasi...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.