JAKARTA, KOMPAS.com - Ratusan kader dan simpatisan Partai Hanura menggelar aksi di depan kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (20/12/2018).
Massa mulai memadati Jalan Imam Bonjol sekitar pukul 10.00 WIB. Terpantau, mereka mengenakan jas berwarna kuning khas Partai Hanura.
Sejumlah kader juga telihat membawa bendera Hanura sebagai atribut. Nampak pula sebuah mobil komando dengan beberapa orang yang berorasi.
Aksi itu dilakukan untuk meminta KPU memasukan nama Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO) ke dalam Daftar Calon Tetap (DCT) anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Pemilu 2019, tanpa harus mundur sebagai ketua umum.
Baca juga: OSO Anggap KPU Langgar Hukum bila Cetak Surat Suara Calon DPD Tanpa Namanya
Ketua DPP Partai Hanura Benny Ramdhani mengatakan, aksi digelar agar KPU menghormati putusan Mahkamah Agung (MA) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Ketika MK keluarkan putusan yang nyatakan pengurus partai tidak boleh daftarkan diri sebagai anggota DPD, KPU laksanakan itu serta merta, tidak konsultasi kepada pihak manapun," ujar Benny.
"Ketika ketua umum (OSO) menang MA dan PTUN, yang keluar dari mulut KPU, bingung," sambungnya.
Putusan PTUN memerintahkan KPU mencabut Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD yang tidak memuat nama OSO. Majelis Hakim juga meminta KPU menerbitkan DCT baru dengan mencantumkan nama OSO di dalamnya.
Seperti diketahui, KPU meminta Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO), untuk menyerahkan surat pengunduran diri dari pengus partai politik hingga Jumat (21/12/2018). Hal itu disampaikan KPU melalui surat tertulis.
Baca juga: OSO Laporkan KPU ke Bawaslu Atas Tudingan Pelanggaran Administrasi dan Pidana Pemilu
Surat pengunduran diri ini diperlukan untuk syarat pencalonan diri OSO sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Pemilu 2019.
Jika sampai tanggal yang telah ditentukan OSO tak juga menyerahkan surat pengunduran diri, maka KPU tak akan memasukan yang bersangkutan ke dalam Daftar Calon Tetap (DCT) partai politik.
KPU mengklaim, sikap mereka berdasar pada putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 yang melarang ketua umum partai politik rangkap jabatan sebagai anggota DPD.