JAKARTA, KOMPAS.com - Polemik soal pencalonan Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) belum berakhir.
Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang tak memasukkan nama OSO dalam Daftar Calon Tetap (DCT) DPD, belum mengambil keputusan setelah OSO melakukan sejumlah upaya hukum.
Lembaga penyelenggara pemilu itu masih mempertimbangkan sejumlah hal untuk menentukan nasib pencalonan Oesman Sapta.
Dalam prosesnya, KPU melakukan audiensi dengan beberapa pihak untuk mendengar pandangan mereka mengenai polemik pencalonan OSO sebagai anggota DPD.
Polemik itu bermula saat Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan OSO terkait Peraturan KPU (PKPU) Nomor 26 tahun 2018 yang memuat larangan anggota partai politik mencalonkan diri sebagai anggota DPD.
Putusan ini tak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi 135/PUU-XIII/2015. MK menyatakan anggota partai politik dilarang rangkap jabatan sebagai anggota DPD.
Tak hanya itu, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) juga mengabulkan gugatan OSO.
Majelis Hakim meminta KPU membatalkan surat keputusan (SK) yang menyatakan OSO tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon anggota DPD.
Hakim bahkan memerintahkan KPU untuk mencabut SK tersebut dan menerbitkan SK baru dengan mencantumkan nama OSO sebagai anggota DPD.
Atas pandangan dan saran sejumlah pihak, KPU masih dalam pertimbangan untuk mengambil langkah
Berikut beberapa pihak yang menyampaikan pandangan dan saran mereka melalui audiensi dengan KPU:
1. Para ahli hukum tata negara yang dipimpin oleh pakar hukum Universitas Andalas Feri Amsari
Pada 14 November 2018, para ahli memenuhi undangan KPU. Mereka menyarankan KPU untuk menjalankan putusan MK yang melarang anggota partai politik rangkap jabatan sebagai anggota DPD.
Menurut Feri, putusan dari hasil uji materi MK dapat dikatakan sesuai dengan konstitusi atau Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Jika dalam hal ini KPU tak menjalankan putusan MK, maka mereka bisa disebut mengabaikan UUD. Putusan MK bersifat final dan mengikat, yang berarti berkekuatan hukum tetap sejak dibacakan dan mengikat seluruh masyarakat Indonesia.