Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Dalam Enam Tahun, 28 Aparat Lembaga Peradilan Ditangkap KPK

Kompas.com - 30/11/2018, 13:51 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Jakarta Timur pada Rabu (28/11/2018) lalu, menambah panjang daftar aparat lembaga peradilan yang terjerat kasus korupsi.

Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), setidaknya terdapat 18 hakim dan 10 aparat peradilan non hakim yang ditangkap KPK dalam periode Maret 2012 hingga November 2018.

"Dalam catatan ICW sejak Hatta Ali dilantik menjadi Ketua Mahkamah Agung, Maret 2012 hingga sekarang, setidaknya sudah ada 28 orang hakim dan aparat pengadilan (non hakim) yang tersandung kasus korupsi dan sebagian besar terjerat OTT KPK," ujar Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Lalola Easter kepada Kompas.com, Jumat (30/11/2018).

Baca juga: Dua Hakim Sempat Dipanggil Ketua PN Jaksel Sebelum Ditangkap KPK

Lalola mengatakan, banyaknya hakim dan pegawai pengadilan yang ditangkap KPK mengindikasikan bahwa pengadilan atau cabang kekuasaan yudikatif dalam kondisi darurat korupsi.

Ia menilai lembaga pengadilan memiliki potensi korupsi yang sangat besar dan bahwa belum ada reformasi yang signifikan di lingkungan Mahkamah Agung (MA) khususnya di bawah kepemimpinan Hatta Ali.

Baca juga: Ditahan KPK dan Diberhentikan Sementara, 2 Hakim PN Jaksel Masih Terima 50 Persen Gaji

Potensi korupsi yang sangat besar itu juga dilihat dari besarnya struktur organisasi dan lembaga peradilan di bawah MA.

"Maka bukan hal yang mustahil, masih banyak oknum hakim dan petugas pengadilan yang korup namun belum tersentuh oleh KPK atau penegak hukum lainnya," kata Lalola.

Selain itu, lanjut dia, potensi korupsi juga diperbesar dengan lemahnya pengawasan internal yang dilakukan oleh Badan Pengawas MA dan Komisi Yudisial.

Baca juga: MA Berhentikan Sementara Dua Hakim yang Ditangkap KPK

Anggota Divisi Hukum dan Monitoring ICW Lalola Easter. Fabian Januarius Kuwado Anggota Divisi Hukum dan Monitoring ICW Lalola Easter.

 

Peraturan MA Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya dinilai belum efektif dalam mengawasi hakim dan petugas pengadilan.

Berdasarkan Perma tersebut, Ketua Pengadilan dibebani tanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap bawahan.

Namun dalam perkara korupsi yang menimpa Hakim Sudiwardono, justru Ketua pengadilan tinggi Manado yang melakukan pelanggaran dan menerima suap.

"Sulit secara nalar untuk menjustifikasi pengawasan dilakukan oleh Ketua Pengadilan tetapi justru Ketua Pengadilan yang menjadi oknum nakal di pengadilan," kata Lalola.

Baca juga: 5 Fakta Kasus Suap di PN Jaksel, Hakim Jadi Tersangka hingga Kode Ngopi

"Lumrah jika menilai hakim yang telah ditangkap oleh KPK hanya sedang bernasib buruk. Namun tidak memberikan efek penjeraan bagi oknum nakal di pengadilan," tuturnya.

Sebelumnya KPK menangkap dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Iswahyu Widodo dan Irwan. Selain itu KPK juga menangkap panitera pengganti PN Jakarta Timur Muhammad Ramadhan.

Iswahyu, Irwan dan Ramadhan diduga menerima suap untuk kepengurusan perkara perdata. Ramadhan diduga menjadi perantara suap.

Baca juga: Kronologi OTT KPK terhadap Dua Hakim PN Jakarta Selatan

Halaman:


Terkini Lainnya

Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Nasional
Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Nasional
Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Nasional
Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Nasional
Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Nasional
Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Jokowi Akan Resmikan Bendungan dan Panen Jagung di NTB Hari ini

Nasional
Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal 'Food Estate'

Meski Isyaratkan Merapat ke KIM, Cak Imin Tetap Ingin Mendebat Prabowo soal "Food Estate"

Nasional
Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com