Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisioner Nilai MA Dua Kali Memperlakukan KPU Tidak Patut

Kompas.com - 01/11/2018, 17:40 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi menyayangkan cara Mahkamah Agung (MA) dalam menyampaikan putusan uji materi terkait larangan pengurus partai politik menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Menurut Pramono, hingga saat ini pihaknya belum menerima salinan putusan MA. KPU hanya menerima informasi melalui media bahwa uji materi yang diajukan Oesman Sapta Odang (OSO) tersebut dikabulkan MA.

Sikap MA tersebut, menimbulkan kesimpangsiuran informasi. Pramono merasa, lembaga peradilan itu sudah memperlakukan KPU secara tidak patut.

"Ini juga yang kami sayangkan dari sikap MA. Sebab, MA menyampaikan informasi soal putusan, tetapi bukan dengan menyampaikan putusannya, tetapi dengan memberikan informasi yang simpang siur," kata Pramono di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (1/11/2018).

"Ini yang kedua kalinya juga MA memperlakukan KPU dengan cara yang tidak patut," sambungnya.

Baca juga: Mahkamah Agung Kabulkan Gugatan OSO Terkait Pencalonan Anggota DPD

Cara serupa, pertama kali dilakukan MA saat menyampaikan putusan uji materi Peraturan KPU (PKPU) nomor 20 tahun 2018 yang memuat larangan mantan napi korupsi maju sebagai calon legislatif (caleg).

Kala itu, setelah memutuskan hasil uji materi, MA tidak langsung memberikan salinan putusan ke KPU.

KPU harus meminta salinan putusan tersebut ke MA, dan beberapa hari selanjutnya MA baru mengirimkan salinan putusan.

Baca juga: Bertentangan dengan MK, Putusan MA soal OSO Bisa Timbulkan Ketidakpastian Hukum

Cara demikianlah yang dinilai Pramono tidak patut dilakukan oleh lembaga negara.

"Menurut kami tentu suatu hal yang tidak patut dilakukan oleh sebuah lembaga negara yang harusnya melakukan dengan benar," kata dia.

MA mengabulkan gugatan uji materi yang diajukan oleh Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang.

Uji materi dilakukan terhadap Peraturan KPU (PKPU) Nomor 26 Tahun 2018 yang memuat larangan pengurus partai politik menjadi calon anggota DPD.

Namun, hingga saat ini Juru Bicara MA Suhadi belum mengetahui substansi dari putusan MA tersebut.

 

Baca juga: Oesman Sapta Enggan Komentari Gugatannya yang Diloloskan MA

Suhadi belum dapat memastikan, apakah dikabulkannnya gugatan OSO itu serta merta meloloskan dirinya menjadi calon anggota DPD, meskipun tetap menjabat sebagai pengurus parpol.

KPU mencoret OSO sebagai calon anggota DPD lantaran tidak menyerahkan surat pengunduran diri dari partai politik. OSO dianggap masih tercatat sebagai anggota partai politik.

Menurut putusan Mahkamah Konstitusi (MK), anggota DPD dilarang rangkap jabatan sebagai anggota partai politik.

Aturan mengenai larangan anggota DPD rangkap jabatan tercantum dalam putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 yang dibacakan pada Senin, (23/7/2018).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com