Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imbalan Rp 200 Juta Bisa Tingkatkan Laporan Korupsi, Bagaimana Penanganannya?

Kompas.com - 12/10/2018, 06:51 WIB
Devina Halim,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Trisasongko mengatakan, pelaporan kasus korupsi yang diprediksi meningkat setelah adanya imbalan Rp 200 juta bagi pelapor, belum tentu diiringi dengan proses eksekusinya.

Hal ini harus dibuktikan dengan tindak lanjut dari laporan yang disampaikan masyarakat.

"Laporan meningkat itu satu indikasi. Tapi apakah banyak koruptor yang diadili, itu indikasi yang lain," kata Dadang ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (11/10/2018).

Menurut Dadang, selama ini, penanganan perkara tersendat salah satunya arena kurangnya pengawasan terhadap lembaga penegak hukum.

Akibatnya, penanganan bersifat diskriminatif, hanya terhadap laporan tertentu saja.

Baca juga: Ini Syarat Pelapor Kasus Korupsi Bisa Dapat Rp 200 Juta

Oleh karena itu, Dadang mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu memonitor lembaga penegak hukum lain dan melakukan pengawasan terhadap penanganan perkara.

Hal itu dapat dilakukan dengan adanya koordinasi antar-institusi dan keterbukaan atas akses data.

"Kalau kasus itu dilaporkan ke kejaksaan atau kepolisisan, KPK harus dapat tembusannya, supaya KPK harus tahu bahwa kasus ini sedang dilaporkan," kata Dadang.

Selain itu, tantangan lainnya berasal dari lembaga penegak hukum itu sendiri.

Dadang menilai, perlu ada pembenahan internal institusi tersebut agar pelaporan terhadap siapa pun tetap ditindaklanjuti.

Baca juga: TII: Insentif Baik, tapi Risiko Jadi Pelapor Kasus Korupsi Juga Perlu Ditangani

Ia menyarankan Presiden Jokowi turun tangan langsung menginstruksikan pembenahan tata kelola melalui pimpinan masing-masing institusi.

"Sebenarnya Presiden harus memberi tugas khusus kepada Jaksa Agung dan Kapolri untuk melakukan pembenahan ke dalam (internal). Ini agenda lama yang sebetulnya tidak berjalan secara efektif," ujar Dadang.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Melalui peraturan tersebut, Presiden berupaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perang terhadap tindak pidana korupsi.

Baca juga: Jangan Sampai Pelapor Kasus Korupsi Dapat Uang, tapi Keselamatannya Terancam

Dalam Pasal 17 ayat (1) PP 43/2018 menyebutkan, besaran premi diberikan sebesar dua permil dari jumlah kerugian keuangan negara yang dapat dikembalikan kepada negara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com