JAKARTA, KOMPAS.com - Transparency International Indonesia (TII) mengapresiasi pemberian imbalan oleh pemerintah kepada pelapor kasus korupsi.
Namun, Sekretaris Jenderal TII Dadang Trisasongko mengatakan, pemerintah juga perlu meminimalisir risiko seseorang ketika menjadi pelapor.
"Risiko itu yang harus diurus juga, jadi insentif oke, tapi mengurangi resiko para pelapor itu penting," tutur Dadang ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (11/10/2018).
Ia menjelaskan, menurut hasil studi TII selama 2004 hingga 2017, terdapat 100 kasus ancaman atau serangan terhadap pengungkap kasus korupsi. Dari total kasus, jumlah terbanyak yaitu 35 kasus ancaman atau serangan terjadi kepada pelapor.
"Dari hasil studi kami tentang para pengungkap korupsi, terutama masyarakat yang melapor, banyak kasus dimana orang diserang, dalam artian, secara fisik, mulai dipukuli, diteror, ditembak, dan juga dibunuh," terang dia.
Baca juga: Jangan Sampai Pelapor Kasus Korupsi Dapat Uang, tapi Keselamatannya Terancam
Selain itu, ada pula penyerangan yang menggunakan instrumen hukum pidana. Misalnya, pelapor dilaporkan ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik, fitnah, atau dugaan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Risiko terakhir yaitu mengancam karir seseorang. Misalnya seorang pegawai melaporkan atasannya. Jika atasannya tahu siapa yang melapor, pegawai tersebut dapat dimutasi atau tidak menerima kenaikan pangkat.
Risiko-risiko tersebut dapat membuat orang urung untuk menjadi pelapor, meski sudah diberi imbalan.
Oleh sebab itu, pemerintah perlu menjamin keamanan pelapor dengan sistem perlindungan yang lebih baik.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Melalui peraturan tersebut, Presiden berupaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perang terhadap tindak pidana korupsi.
Dalam Pasal 17 ayat (1) PP 43/2018 menyebutkan, besaran premi diberikan sebesar dua permil dari jumlah kerugian keuangan negara yang dapat dikembalikan kepada negara.
"Besaran premi yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak Rp 200.000.000 (dua ratus juta)," demikian bunyi pasal 17 ayat (2) PP tersebut, seperti dikutip dari laman Setneg.go.id, Selasa (9/10/2018).
Sementara untuk pelapor tindak pidana korupsi berupa suap, besar premi yang diberikan sebesar dua permil dari nilai uang suap dan/atau uang dari hasil lelang barang rampasan dengan nilai maksimal Rp 10 juta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.