JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein dihadirkan sebagai ahli dalam sidang perkara korupsi pengadaan e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (9/10/2018).
Yunus memberikan keterangan untuk dua terdakwa, yakni Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Masagung.
Dalam persidangan, Yunus menjelaskan ada lima modus yang paling sering terjadi dalam tindak pidana pencucian uang.
"Setiap tahun, seluruh lembaga pelaporan transaksi keuangan berbagai negara berkumpul dan membawa contoh kasus masing-masing. Dari situ terkumpul lima modus pencucian uang," ujar Yunus kepada majelis hakim.
Modus pertama yakni, pelaku tindak pidana bersembunyi di dalam perusahan yang dikuasai oleh pelaku. Misalnya, uang haram hasil korupsi dicampur di dalam rekening perusahaan yang menyimpan uang dari sumber yang sah.
Kedua, modus menyalahgunakan perusahaan orang lain yang sah, tanpa sepengetahuan pemiliknya.
Modus ketiga, pelaku menggunakan identitas palsu. Sebagai contoh, menggunakan KTP palsu atau atas nama orang lain, dengan tujuan menyembunyikan identitas pelaku.
Baca juga: Kasus E-KTP, KPK Diharapkan Fokus Pencucian Uang dan Korupsi Korporasi
Modus keempat, pelaku memanfaatkan kemudahaan di negara lain. Misalnya, tax heaven country.
"Menyimpan uang di negara tax heaven supaya susah ditembus informasinya. Biasanya sangat ketat kerahasian, dan pajaknya longgar," kata Yunus.
Kemudian, modus kelima yaitu, pelaku tindak pidana membeli aset tanpa nama. Misalnya uang, perhiasan, lukisan dan benda-benda berharga lainnya.