JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung (MA) telah melakukan upaya untuk mencegah terjadinya praktik korupsi di institusi peradilan.
Juru Bicara MA Suhadi mengatakan, salah satu upaya adalah melibatkan Ketua MA Hatta Ali yang turun langsung menemui para Hakim di banyak daerah untuk memberikan pemahaman dan pendidikan.
“Untuk mencegah secara periodik pimpinan Mahkamah Agung turun ke setiap provinsi mengadakan tatap muka. Bahkan ditayangkan peristiwa yang terjadi supaya mereka ada rasa jera, rasa takut untuk berbuat kemudian,” tutur Suhadi saat dihubungi Kompas.com, Jumat (31/8/2018).
Dari sisi regulasi, kata Suhadi, Mahkamah Agung telah mengadopsi ISO 37001 Sistem Manajemen Anti-suap, mengembangkan sistem informasi pengawasan (SIWAS), dan menerbitkan berbagai peraturan yang relevan.
Regulasi itu di antaranya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2016 tentang Penegakan Disiplin Kerja Hakim pada Mahkamah Agung.
“Ketua MA memperketat pengawasan terhadap para hakim dan aparatur pengadilan dan juga perma (peraturan Mahkamah Agung) nomor 7 tahun 2016 tentang disiplin hakim, jam kerjanya bagaimana, caranya nggak boleh ketemu tamu, dan sebagainya,” tutur Suhadi.
Kemudian, kata Suhadi, ada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya.
Kemudian, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan (Whistleblowing System) di Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya.
“Perma Nomor 9 itu adalah membuka akses masyarakat pencari keadilan untuk melapor ke Bawas MA kalau ada indikasi penyelahgunaan wewenang dan sebagainya dengan dijaga kerahasiaan pelapor,” tutur Suhadi.
Baca juga: KPK Dalami Pertemuan Sejumlah Hakim Terkait Kasus Suap Hakim PN Medan
Adapula Maklumat Ketua Mahkamah Agung Nomor 01/Maklumat/KMA/IX/2017 tentang Pengawasan dan Pembinaan Hakim, Aparatur Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di bawahnya.
KPK sebelumnya menangkap delapan orang dalam operasi tangkap tangan di Medan, Sumatera Utara.
Sebanyak empat orang di antaranya adalah hakim. Masing-masing, yakni Ketua Pengadilan Negeri Medan Marsuddin Nainggolan dan Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo.
Kemudian, hakim Sontan Merauke Sinaga dan hakim adhoc Merry Purba. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan dan gelar perkara, KPK hanya menetapkan Merry Purba sebagai tersangka.
Merry disangka menerima suap 280.000 dollar Singapura dari terdakwa Tamin Sukardi. Suap itu diduga untuk memengaruhi putusan hakim dalam perkara korupsi penjualan lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN2 dengan terdakwa Tamin Sukardi.