JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Politik Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia Esty Ekawati menyatakan, kondisi kebebasan sipil di Indonesia jelang Pemilu 2019, khususnya dilihat dari aspek kebebasan berpendapat, kebebasan berkumpul, dan kebebasan berkeyakinan atau beribadah, telah dinilai lebih baik oleh ahli.
Meski demikian, papar Esty, ada beberapa aspek yang perlu menjadi perhatian.
“Pada aspek bebas dari diskriminasi sebesar 46 persen responden ahli menilai masih buruk. Ini menjadi perhatian kita sendiri,” papar Esty di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Selasa (7/8/2018).
Baca juga: MUI: Jangan Jadikan Pemilu Jalan Ketakadaban, apalagi Kebiadaban
Hal tersebut Esty paparkan dalam Sosialisasi Hasil Survei Ahli 2018 yang bertema "Pemetaan Kondisi Politik, Ekonomi, Sosia Budaya, Pertahanan dan Keamanan: Menjelang Pemilu Serentak 2019.”
Esty mengatakan, terkait pemenuhan hak politik warga negara yakni hak memilih dan dipilih mayoritas ahli menilai sudah berjalan baik.
Namun, partisipasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan hanya di angka 56 persen. Esty menilai hal itu masuk kategori buruk atau sangat buruk.
Baca juga: Rekam Jejak Pemilu dari Masa ke Masa
Di sisi lain, Esty memaparkan, terkait dengan penyelenggara pemilu, para ahli memberikan penilaian positif terhadap kinerja KPU RI dan Bawaslu RI.
“Sekitar 85 persen ahli menyatakan baik atau sangat baik dan Bawaslu RI sekitar 71 persen ahli menyatakan baik atau sangat baik,” papar Esty.
Namun, Esty menuturkan, para ahli menyatakan ada beberapa problem yang berpotensi muncul pada pemilu serentak 2019 nanti.
Baca juga: Mendagri Imbau Pemilih yang Berusia 17 Tahun saat Pemilu untuk Proaktif
“Sebanyak 89 persen ahli menjawab politik uang adalah masalah yang berpotensi paling tinggi di pemilu 2019,” papar Esty.
Selain itu ada sengketa hasil pemilu (76,6 persen), ketidaknetralan birokrasi (66,2 persen), tidak menggunakan hak suara (53,1 persen), serta penggunaan kekerasan dalam pemilu 2019 (32,4 persen).
Survei ahli yang dilakukan oleh Tim Peneliti Pusat Penelitian Politik (LIPI) dilaksanakan di 11 provinsi di Indonesia dengan responden sebanyak 145 orang terdiri dari ahli politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan yang berasal dari para akdemisi,aktivis, jurnalis, tokoh masyarakat, serta anggota kelompok profesi.
Baca juga: Penduduk yang Berusia 17 Saat Pemilu 2019 Diimbau Rekam KTP-el Sekarang
Survei ini menggunakan teknik non-probability sampling yakni dengan menerapkan teknik purposive sampling, dimana sampel sumber data (ahli) dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan atau kriteria-kriteria tertentu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.