Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik DKN dan Upaya Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat di Masa Lalu

Kompas.com - 23/07/2018, 09:10 WIB
Reza Jurnaliston,
Bayu Galih

Tim Redaksi

Tak penuhi akuntabilitas

Direktur Eksekutif Human Rights Working Group ( HRWG) Muhammad Hafiz menilai, DKN tidak dapat digunakan untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran berat HAM masa lalu.

Menurut dia, kasus hukum terkait pelanggaran HAM semestinya tidak diintervensi oleh instansi pemerintahan.

"DKN yang diarahkan untuk mendorong rekonsiliasi justru tidak akan dapat menyelesaikan permasalahan yang ada, karena secara hukum instansi kementerian tidak patut mengintervensi perkara penegakan hukum," ujar Hafiz kepada Kompas.com, Sabtu (9/6/2018).

Menurut Hafiz, DKN tak memiliki kewenangan untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM. Sebab, DKN tidak memenuhi unsur independen dan akuntabilitas suatu badan penyelesaian perkara hukum.

Baca juga: HRWG: Dewan Kerukunan Nasional Tak Miliki Kewenangan Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM

Presiden Jokowi sendiri sempat meminta pendapat Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia terkait pembentukan DKN.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik kemudian mengingatkan bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, penyelesaian pelanggaran HAM berat semula bisa ditempuh dengan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).

Aturan hukum terkait KKR pun sempat dibuat dengan pengesahan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Akan tetapi, undang-undang itu kemudian dibatalkan Mahkamah Konstitusi.

Taufan mengingatkan, jika ada "KKR" lainnya yang akan dibentuk misalnya seperti DKN, maka harus ada langkah-langkah pengungkapan kebenaran dari peristiwa pelanggaran HAM berat.

Setelah itu harus ada pernyataan penyesalan atau maaf atas nama negara kepada korban dan seluruh masyarakat Indonesia. Terakhir, upaya rekonsiliasi maupun rehabilitasi terhadap korban maupun keluarganya.

"Itu yang kami tekankan tadi, sekaligus di akhir kami meminta perhatian bapak Presiden untuk reformasi tata kelola Komnas HAM yang sedemikian lama kurang begitu diperhatikan," kata dia.

Baca: Jokowi Minta Pendapat Komnas HAM Soal Pembentukan Dewan Kerukunan Nasional

Kompas TV Sejumlah tema dibahas antara lain desakan pengungkapan kasus pelanggaran HAM berat.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com