Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik DKN dan Upaya Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat di Masa Lalu

Kompas.com - 23/07/2018, 09:10 WIB
Reza Jurnaliston,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan menggagas pembentukan Dewan Kerukunan Nasional (DKN).

Nantinya, DKN menjadi lembaga yang membahas permasalahan dan menemukan solusi terbaik mengenai kasus konflik, termasuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di masa lalu.

Namun, wacana pembentukan DKN itu menuai polemik. Suara-suara yang menolak pembentukan DKN pun bermunculan.

Suara penolakan paling nyaring datang dari kelompok masyarakat sipil, aktivis HAM, juga keluarga korban dan korban pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Pembentukan DKN ditolak, sebab mereka berharap pemerintah tetap menyelesaikan kasus itu melalui jalur yudisial alias pengadilan.

Baca juga: Keluarga Korban Pelanggaran HAM Sebut DKN Cacat Moral

Presidium Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan, Maria Sumarsih mengatakan, para keluarga korban dan korban pelanggaran HAM menolak keberadaan DKN karena dikhawatirkan akan memberikan impunitas untuk pelaku pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Menurut Sumarsih, bagaimanapun juga proses hukum pengusutan pelanggaran HAM harus tetap dilakukan.

"Apa pun, harus dibuktikan di pengadilan," tutur Sumarsih, dalam konferensi pers di Kantor Kontras pada Kamis (19/7/2018) lalu.

Baca juga: Keluarga Korban Pelanggaran HAM Desak Jokowi Tak Teken Perpres DKN

Pelopor Aksi Kamisan ini pun berharap Presiden Joko Widodo untuk tidak meneken perpres yang mengesahkan pembentukan DKN.

"Kami korban dan keluarga korban pelanggaran HAM menyatakan keberatan terhadap ide pembentukan DKN, termasuk perpres yang akan dimintakan persetujuan Presiden," kata Sumarsih, yang merupakan ibu dari korban Tragedi Semanggi I, Bernardus Realino Norma Irawan.

Jaksa Agung mempertanyakan

Penolakan terhadap pembentukan Dewan Kerukunan Nasional disesali Jaksa Agung Muhammad Prasetyo. Tidak hanya itu, Prasetyo bahkan mempertanyakan sejumlah pihak yang menolak pembentukan DKN.

"Itu kami perlu pertanyakan lagi, apakah betul mewakili seluruh keluarga dari yang dikatakan korban pelanggaran berat HAM masa lalu? Kami perlu klarifikasi dulu," ujar Prasetyo, Sabtu (21/7/2018).

Prasetyo menuturkan, pada prinsipnya pemerintah ingin menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu secara tuntas dan terang benderang.

Baca: Jaksa Agung: Penolak DKN Apa Mewakili Seluruh Korban Pelanggaran HAM?

Menurut dia, penyelesaian kasus pelanggaran HAM tidak harus diselesaikan lewat pengadilan. Dia menilai, bisa juga melalui pendekatan non yudisial, tergantung kepada kasus yang dihadapi.

"Bisa yudisial (pengadilan), tapi juga dibenarkan undang-undang untuk pendekatan non-yudisial, melalui rekonsiliasi dan sebagainya. Semuanya tentu perlu kajian yang mendalam dan kita belum lihat realitas yang ada," ujar Prasetyo.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com