JAKARTA, KOMPAS.com - Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) mendesak Presiden Joko Widodo tidak menyetujui Peraturan Presiden (Perpres) tentang Dewan Kerukunan Nasional (DKN).
Sebab, adanya dewan tersebut dinilai mendukung impunitas kepada pelaku pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu.
"Kami korban dan keluarga korban pelanggaran HAM menyatakan keberatan terhadap ide pembentukan DKN, termasuk perpres yang akan dimintakan persetujuan Presiden," kata Presidium Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) Maria Sumarsih di Kantor Kontras, Jakarta, Kamis (19/7/2018).
Sumarsih mengungkapkan, pihaknya memandang bahwa DKN merupakan wadah yang diprakarsai institusi yang dipimpin orang yang diduga melakukan pelanggaran HAM berat.
Baca juga: Kontras Nilai Pemerintah Tak Konsisten soal Tujuan DKN
Oleh sebab itu, jika Jokowi meneken Perpres tentang DKN, maka sama saja Jokowi mendukung impunitas.
"Kalau Presiden menandatangani Perpres tentang DKN, berarti Presiden Jokowi bukan seorang negarawan, (melainkan) seorang penguasa yang melanggengkan impunitas," kata Sumarsih.
Oleh karena itu, Sumarsih meminta Jokowi mengevaluasi penyelesaian kasus-kasus HAM berat masa lalu.
Ia juga mendesak Jokowi menginstruksikan Kejaksaan Agung untuk melakukan penyidikan terhadap sejumlah kasus pelanggaran HAM berat masa lalu pada tahun ini.
Baca juga: Keluarga Korban Minta Kasus Pelanggaran HAM Diselesaikan Lewat Pengadilan
Ia menyatakan, penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu sudah diungkapkan Jokowi sebagai komitmennya dalam Nawa Cita.
Oleh sebab itu, apabila kasus-kasus itu tak diselesaikan, maka ia sangsi Nawa Cita disusun dengan sepenuh hati.
Sumarsih merupakan ibunda dari Benardinus Realino Norma Irawan atau Wawan. Sang putra merupakan mahasiswa Universitas Katolik Atma Jaya yang tewas ditembak pada Tragedi Semanggi I pada 1998 silam.
Sejak tewasnya Wawan, Sumarsih terus menyuarakan keadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Salah satunya dilakukan melalui aksi Kamisan, yakni berdiri selama satu jam di depan Istana Presiden setiap hari Kamis sambil menyuarakan keadilan.