Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wiranto Minta Penolak DKN Cari Solusi Selesaikan Pelanggaran HAM Masa Lalu

Kompas.com - 20/07/2018, 19:01 WIB
Reza Jurnaliston,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto berharap kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di masa lalu dapat diselesaikan oleh pemerintah saat ini.

Namun, Wiranto mengakui bahwa sulit untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu karena kurangnya bukti-bukti yang valid untuk diselesaikan di pengadilan.

"Dalam penyelidikan enggak pernah berhasil untuk mendapatkan bukti-bukti, siapa yang bertanggung jawab, siapa yang berbuat, korban-korbannya bagaimana, karena sudah terlalu lama," ujar Wiranto saat ditemui di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (20/7/2018).

"Tapi dianggap utang, padahal pemerintahan sekarang enggak berhutang. Sebenarnya itu utang pemerintahan yang dulu, diwariskan," kata Wiranto.

Saat ini, menurut dia, pemerintah berusaha mencari penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu di luar pengadilan. Salah satu caranya adalah dengan membentuk Dewan Kerukunan Nasional (DKN).

Nantinya, DKN menjadi lembaga yang membahas permasalahan dan menemukan solusi terbaik mengenai kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di masa lalu.

Baca juga: HRWG: Dewan Kerukunan Nasional Tak Miliki Kewenangan Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM

Namun, rencana pembentukan DKN ditolak sejumlah kelompok masyarakat sipil, aktivis HAM, juga keluarga korban dan korban pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Pembentukan DKN ditolak, sebab mereka berharap pemerintah tetap menyelesaikan kasus itu melalui jalur yudisial alias pengadilan.

Menanggapi itu, Wiranto berharap ada solusi yang dihasilkan kelompok penentang pembentukan DKN. Dengan demikian, kasus pelanggaran HAM di masa lalu tidak lagi menjadi belenggu bangsa Indonesia di masa depan.

"Apakah itu akan membelenggu kita sebagai bangsa selamanya? Kita butuh jalan keluar," ujar mantan Panglima ABRI itu.

Baca juga: Keluarga Korban Pelanggaran HAM Desak Jokowi Tak Teken Perpres DKN

Wiranto pun meminta semua pihak yang mempermasalahkan pembentukan DKN untuk membantu pemerintah mencari jalan keluar. Dengan demikian, pemerintah mendapatkan alternatif solusi.

"Kita jujur saja, yang teriak-teriak tidak setuju DKN, kasih jalan keluarnya bagimana," ujar Wiranto.

"Yang menuduh-nuduh itu, ayo kita bicara blak-blakan, tuduhannya bagaimana. Zaman sekarang ini zaman kejujuran, jangan hanya kita bicara di belakang," kata dia.

Sebelumnya, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan, pembentukan DKN yang akan menyelesaikan perkara pelanggaran HAM melalui proses non-yudisial masih dalam pembahasan.

Adapun sembilan kasus pelanggaran HAM berat yang kasusnya belum diselesaikan oleh Kejaksaan Agung di antaranya adalah Tragedi 1965, Penembakan Misterius atau Petrus, Peristiwa Talangsari, Tragedi Semanggi I dan Semanggi II, juga kasus di Aceh dan Papua.

Kompas TV Sejumlah tema dibahas antara lain desakan pengungkapan kasus pelanggaran HAM berat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com