JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ,Saut Situmorang, mengapresiasi putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta mencabut hak politik Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.
"Jadi saya dengar hak politik (Rita) dicabut. Dan saya pikir dia juga mengakui dengan baik kemudian sudah optimal semua," kata Saut di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (6/7/2018) malam.
Saut juga sempat menyinggung pidana tambahan berupa pencabutan hak politik terhadap Rita juga searah dengan semangat Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Pencalonan Anggota Legislatif.
Bagi Saut, pencabutan hak politik koruptor dalam pidana tambahan serta larangan mantan narapidana korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg) dalam PKPU merupakan dua hal yang patut didukung.
"Berarti semangatnya sama dengan semangat PKPU," ujarnya.
Saut juga memastikan KPK terus memproses dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan Rita.
Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta mencabut hak politik Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.
Baca juga: Supaya Publik Tak Pilih Mantan Koruptor, Hakim Cabut Hak Politik Rita Widyasari
Hakim beralasan ingin melindungi publik agar tidak salah pilih pemimpin yang pernah terbukti korupsi.
"Menjatuhkan pidana tambahan pada Rita Widyasari berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik, 5 tahun sejak selesai menjalani pidana pokok," ujar ketua majelis hakim Sugianto saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (6/7/2018).
Dalam pencabutan hak politik, hakim mempertimbangkan jabatan Rita selaku bupati saat menjalankan praktik korupsi.
Baca juga: Bupati Kukar Rita Widyasari Divonis 10 Tahun Penjara
Padahal, menurut hakim, kepala daerah yang dipilih oleh rakyat diharapkan menjalankan pemerintahan yang bebas dari korupsi.
Menurut hakim, pada kenyataannya selama menjalankan pemerintahan, Rita melakukan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.
Rita divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan. Rita terbukti menerima gratifikasi Rp 110 miliar bersama-sama dengan staf khususnya, Khairudin.
Menurut hakim, Rita menugaskan Khairudin untuk mengkondisikan penerimaan uang terkait perizinan dan proyek-proyek di lingkungan Pemkab Kukar.
Selain itu, Rita terbukti menerima suap Rp 6 miliar dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun alias Abun.
Uang itu diberikan terkait pemberian izin lokasi perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara kepada PT Sawit Golden Prima.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.