Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenkumham: PKPU Larangan Eks Koruptor Jadi Caleg Tak Berlaku jika Belum Diundangkan

Kompas.com - 24/06/2018, 09:22 WIB
Kristian Erdianto,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) mengenai larangan mantan narapidana korupsi jadi calon anggota legislatif tidak berlaku jika belum diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.

Kepala Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama Kemenkumham Ajub Suratman menjelaskan, Pasal 87 Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menegaskan bahwa peraturan perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

Sementara dalam bagian penjelasan pasal 87, berlakunya peraturan perundang-undangan yang tidak sama dengan tanggal pengundangan dimungkinkan untuk persiapan sarana dan prasarana serta kesiapan aparatur pelaksana peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Baca juga: KPU Undang Pakar Hukum Tata Negara Bahas PKPU Larangan Eks Koruptor Jadi Caleg

Kemudian dalam pasal 8 di UU yang sama, PKPU mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

“Sementara (larangan) mantan napi korupsi tidak diperintahkan berdasarkan Undang-Undang Pemilu, dan juga bukan diatur melalui Peraturan KPU karena bukan merupakan kewenangan KPU,” ujar Ajub melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (23/6/2018).

Menurut Ajub, PKPU tersebut tidak segera diundangkan menjadi peraturan perundang-undangan karena materinya bertentangan dengan undang-undang dan aturan yang ada di atasnya.

Selain itu, materi PKPU tersebut juga bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

Baca juga: Tanpa Pengesahan dari Kemenkumham, PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg Tetap Berlaku

Artinya, seorang mantan napi koruptor dapat menjadi caleg bila tidak pernah dijatuhi pidana penjara karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih dan tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan.

Selain itu, orang tersebut dapat menjadi caleg bila secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.

“Sehingga bila diundangkan dikhawatirkan menimbulkan keresahan dan kebingungan di masyarakat,” kata Ajub.

Baca juga: Jokowi Diminta Tegur Menkumham soal PKPU Larangan Eks Koruptor Jadi Caleg

Sebelumnya, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari berpendapat bahwa PKPU tersebut seharusnya sudah dapat diberlakukan.

Bahkan, meskipun Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia belum mengundangkan PKPU itu ke dalam lembaran atau berita negara.

Kemudian, merujuk pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014, apabila Kemenkumham tidak mau mengundangkan sebuah peraturan, maka peraturan tersebut sah berlaku 10 hari setelah diteken oleh lembaga yang membuat aturan.

"Ada empat kriteria sebuah peraturan perundangan dicantumkan menjadi lembaran negara atau berita negara supaya diketahui oleh setiap orang. Pertama, undang-undang. Kedua, peraturan pemerintah. Ketiga, peraturan presiden dan keempat, peraturan lain yang oleh peraturan dan perundangan harus dicantumkan ke dalam lembaran negara untuk disampaikan ke publik," papar Feri dalam diskusi di bilangan Jakarta Selatan, Jumat (22/6/2018).

"Nah, tak ada secara eksplisit bahwa PKPU adalah peraturan yang harus dicantumkan ke dalam lembar negara atau berita negara," lanjut dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com