Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Refly: Kemenkumham Tak Perlu Ikut Campur Substansi PKPU Larangan Eks Koruptor "Nyaleg"

Kompas.com - 13/06/2018, 15:41 WIB
Moh Nadlir,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan, seharusnya Kementerian Hukum dan HAM tak perlu campur tangan soal substansi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang mengatur larangan mantan narapidana kasus korupsi ikut Pileg 2019.

"Tugas Kemenkumham mengundangkan aturan sesuai dengan mandat dia. Jadi soal substansi (PKPU) mestinya dia tidak perlu campur tangan," ujar Refly dihubungi Kompas.com, Rabu (13/6/2018).

Ahli yang diajukan oleh KPK dalam sidang uji materi terkait hak angket, Refly Harun, usai memberikan keterangan ahli dalam sidang uji materi pasal 79 ayat (3) UU MD3 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (25/10/2017). KOMPAS.com/Kristian Erdianto Ahli yang diajukan oleh KPK dalam sidang uji materi terkait hak angket, Refly Harun, usai memberikan keterangan ahli dalam sidang uji materi pasal 79 ayat (3) UU MD3 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (25/10/2017).
Menurut Refly, substansi sebuah aturan itu adalah tanggung jawab kementerian/lembaga yang membuat aturan tersebut.

"Jadi harusnya, tidak boleh campur tangan soal substansi, dia (Kemenkumham) hanya mengundangkan saja, substansi itu tanggung jawab pada lembaga yang membuatnya," kata Refly.

Baca juga: Kemenkumham Kembalikan PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg ke KPU

Apalagi kata Refly, kewenangan Kemenkumham untuk menelaah substansi suatu aturan tersebut hanya sebatas peraturan menteri, dan tak lebih tinggi dari peraturan presiden (Perpres) atau peraturan pemerintah (PP).

"Kalau itu aturan eksekutif, it's oke," kata dia.

Refly juga menganggap, seharusnya Peraturan Menkumham itu juga tidak mengikat lembaga yang independen, misal KPU, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Aturan lembaga independen ya harusnya tidak boleh dievaluasi, prinsipnya demikian, tidak boleh mengikat lembaga independen," kata Refly.

Baca juga: KPU Tolak untuk Sinkronisasikan PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg

Kemenkumham sebelumnya mengembalikan draf PKPU yang dikirim KPU. Kemenkumham minta KPU melakukan penyelarasan terhadap UU.

Kemenkumham meminta PKPU yang dimohonkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan putusan-putusan MK.

KPU diminta mengundang Bawaslu, DKPP, Kemendagri, Mahkamah Konstitusi dan sejumlah stakeholder terkait untuk memberikan masukan.

Sementara itu, Komisioner KPU Viryan menyebut, Kemenkumham melampaui kewenangannya.

Baca juga: Tolak PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg, Kemenkumham Dinilai Inkonsisten

Alasannya, Kemenkumham mengambil kewenangan lembaga lainnya yang berhak mengoreksi substansi suatu peraturan perundang-undangan itu apakah sesuai atau tidak dengan Undang-Undang yang lebih tinggi.

"Jadi Kemenkumham tidak bisa lakukan demikian. Kemenkumham sudah ambil porsi dari Mahkamah Agung. Abuse of power, lampaui kewenangan," kata Viryan di kantor KPU RI, Jakarta, Selasa (12/6/2018).

Menurut Viryan, dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah jelas diatur bahwa kewenangan untuk mengoreksi substansi suatu peraturan perundang-undangan itu adalah ranah Mahkamah Agung.

Aturan itu tertulis pada pada pasal 9 ayat 2 UU tersebut. Bunyinya adalah dalam hal suatu peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com