JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, pihaknya mendukung KPU untuk konsisten pada keputusannya yang mengatur larangan mantan narapidana kasus korupsi maju dalam pemilihan legislatif (Pileg) 2019.
Hal tersebut disampaikan Titi menanggapi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang enggan memproses pengundangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang melarang eks narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif menjadi peraturan perundang-undangan.
“Kami tetap mendukung KPU untuk konsisten membuat pengaturan bagi mantan napi korupsi untuk dicalonkan oleh parpol,” kata Titi saat dihubungi, Senin (11/6/2018).
Baca juga: Perludem: Semua Pihak Harus Menghormati PKPU
Titi juga mengkritik sikap Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang enggan menandatangani peraturan KPU tersebut.
Yasonna menyebutkan, peraturan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
“Jadi pengundangan itu kan bertujuan agar diketahui oleh orang banyak gitu ya, sangat disayangkan bahwa Kemenkumham secara langsung menolak pengundangan PKPU yang notabene proses pengundangan itu adalah proses administratif dengan tujuan membuat khalayak tahu akan PKPU tersebut,” ucap Titi.
Baca juga: PKPU Larangan Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg Akan Diundangkan jika...
Titi menegaskan, KPU adalah lembaga yang tidak bisa diintervensi, yang kemandiriannya dijamin dalam Pasal 22E Ayat (5) UUD 1945.
Menyusun peraturan teknis penyelenggaraan pilkada merupakan salah satu kewenangan KPU yang tidak boleh diintervensi dan dicampuri oleh siapa pun.
Di sisi lain, ujar Titi , tujuan pengundangan PKPU telah sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 pasal 81 tentang cara pembentukan peraturan perundang-undangan. Menurut dia, tujuan dari proses pengundangan tersebut agar suatu produk perundang-undangan diketahui oleh publik.
Baca juga: Kemenkumham Kembalikan PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg ke KPU
Titi menyatakan PKPU telah sah untuk diberlakukan semenjak ditandatangani oleh Ketua KPU Arif Budiman.
“Menurut saya keberlakuan peraturan KPU (PKPU) tersebut sudah sah berlaku sejak ditandatangani oleh Ketua KPU dan mendapatkan penomoran dari KPU,” kata dia.
“Jadi ketika Kemenkumham mengembalikan peraturan KPU tersebut tidak berarti bahwa peraturan KPU tersebut tidak sah dan tidak bisa diberlakukan,” sambung Titik.
Baca juga: Bertemu Kemenkumham, Bawaslu Tetap Tolak PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg
Sebelumnya, Kemendagri dan Bawaslu menyampaikan bahwa pelarangan pencalonan bekas napi korupsi itu bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan putusan Mahkamah Konstitusi.
Pasal 240 Ayat 1 huruf g UU Pemilu menyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.
Baca juga: PDI-P Dukung Menkumham Tak Teken PKPU Larangan Eks Koruptor Jadi Caleg
Selain itu, Kemenkumham juga telah mengembalikan PKPU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD dan PKPU Kampanye Pemilu 2019.
Sementara itu, ucap Titi apabila ada pihak yang keberatan mengenai peraturan KPU tersebut bisa melakukan uji materi ke Mahkamah Agung.
“Bagi pihak-pihak yang keberatan ataupun merasa haknya dicederai dengan PKPU tersebut, maka mereka bisa menempuh langkah uji materi ke MA sesuai dengan pasal 76 UU Nomor 7 Tahun 2017,” kata dia.