JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini meminta semua pihak menghormati Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang mengatur larangan mantan narapidana kasus korupsi maju dalam pemilihan legislatif (Pileg) 2019.
Hal tersebut disampaikan Titi menanggapi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang enggan memproses pengundangan PKPU.
“Ketika mereka (KPU) sudah memutuskan membuat peraturan seperti itu ya semua pihak harus menghormati,” kata Titi saat dihubungi, Senin (11/6/2018).
Menurut Titi, PKPU sah untuk diberlakukan semenjak ditandatangi Ketua KPU.
“Menurut saya keberlakuan peraturan KPU (PKPU) tersebut sudah sah berlaku sejak ditandatangi Ketua KPU dan mendapatkan penomoran dari KPU,” kata dia.
Baca juga: PKPU Larangan Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg Akan Diundangkan jika...
“Jadi ketika Kemenkumham mengembalikan peraturan KPU tersebut tidak berarti bahwa peraturan KPU tersebut tidak sah dan tidak bisa diberlakukan,” sambung Titik.
Sebelumnya Kemendagri dan Bawaslu telah menyampaikan bahwa pelarangan pencalonan bekas napi korupsi itu bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan putusan Mahkamah Konstitusi.
Pasal 240 Ayat 1 huruf g UU Pemilu menyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.
Kemenkumham juga telah mengembalikan PKPU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD dan PKPU Kampanye Pemilu 2019.
Baca juga: Kemenkumham Kembalikan PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg ke KPU
Titi mengatakan, KPU adalah lembaga yang mandiri dan tidak bisa diintervensi.
Lebih lanjut, Titi menuturkan apabila ada pihak yang keberatan mengenai peraturan KPU tersebut bisa mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung.
“Bagi pihak-pihak yang keberatan ataupun merasa haknya dicederai dengan PKPU tersebut, maka mereka bisa menempuh langkah uji materi ke MA sesuai dengan pasal 76 UU Nomor 7 Tahun 2017,” kata dia.
Di sisi lain, Titi mengatakan KPU harus konsisten pada keputusan yang telah dibuat.
“Dan kalau KPU meyakini bahwa peraturan tersebut sudah sejalan dengan keyakinan mereka maka peraturan tersebut sudah bisa untuk diberlakukan, jadi kami tetap mendukung KPU untuk konsisten membuat peraturan bagi mantan napi korupsi untuk dicalonkan oleh parpol,” ucap dia.
Selain itu, Titi juga mengkritik sikap Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang enggan menandatangani peraturan KPU.
Baca juga: Menkumham Tak Akan Tandatangani PKPU Larangan Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg
Yasonna menyebut peraturan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
“Sangat disayangkan bahwa Kemenkumham secara langsung menolak pengundangan PKPU yang notabene proses pengundangan itu adalah proses administratif dengan tujuan membuat khalayak tahu akan PKPU tersebut,” ucap Titi.
Sebelumnya, KPU telah mengirimkan PKPU yang mengatur larangan mantan koruptor mendaftar menjadi calon anggota legislatif (caleg), Senin sore (4/6/2018).
"Kami berharap ini menjadi perhatian, tanggal 4-17 Juli kita akan ada pendaftaran calon. Jadi mohon ini jadi perhatian kita bersama," ungkap Ketua KPU RI Arief Budiman di Kantor Kemenkumham, Jakarta, Selasa (5/6/2018).