JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawalah) menyatakan sudah memenuhi panggilan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) terkait Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang melarang mantan napi kasus korupsi koruptor maju sebagai calon legislatif.
"Sudah kemarin yang menghadiri Rahmat Bagja (Komisioner Bawaslu). Pendapat Bawaslu masih tetap seperti di RDP (menolak PKPU)," ujar Ketua Bawaslu Abhan di Jakarta, Jumat (8/6/2018).
"Jadi sikap kami sama seperti pemerintah," ujarnya.
Saat ditanya apa saja yang ditanyakan oleh Kemenkumham, Abhan mengatakan bahwa Bawaslu hanya diminta pendapat terkait PKPU tersebut.
Baca juga: Menkumham Dinilai Tak Miliki Wewenang Tentukan Pelanggaran dalam PKPU
Menurut Abhan, penolakan Bawaslu terhadap PKPU larangan eks koruptor untuk maju sebagai caleg bukan hal baru. Sikap ini sebelumnya sudah disampaikan saat rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR.
PKPU tersebut dinilai Bawaslu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Pasal 240 Ayat 1 huruf g UU Pemilu menyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.
Dengan demikian mantan narapidana korupsi, menurut UU Pemilu, dapat mencalonkan diri sebagai caleg. Selain itu, PKPU tersebut juga dinilai tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Akibat hal itu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menegaskan bahwa dirinya tidak akan menandatangani draf PKPU yang mengatur larangan mantan narapidana kasus korupsi untuk maju dalam Pemilu Legislatif 2019.
Baca juga: KPU: Jika PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg Melanggar UU, Keluarkan Perppu
Namun, sikap berbeda dengan Menkumham diungkap Wakil Presiden Jusuf Kalla. Menurut Kalla, KPU punya kewenangan penuh dalam membuat aturan penyelenggaraan Pemilu.
Karena itu, Kalla meminta Kemenkumham menghargai wewenang tersebut.
"Dalam hal Pemilu, tentu yang punya kewenanangan untuk mengatur hal-hal yang perlu diatur adalah KPU. Hargai tugas masing-masing," kata Kalla.
Apalagi, kata Kalla, ada mekanisme hukum yang bisa ditempuh setiap orang yang keberatan dengan PKPU tersebut jika sudah diundangkan.
Selain itu, PKPU mengenai pencalonan legislatif itu juga mendapat dukungan dari Komisi Pemberantasan Korupsi dan sejumlah kelompok masyarakat sipil.