Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bertemu Kemenkumham, Bawaslu Tetap Tolak PKPU Larangan Eks Koruptor "Nyaleg"

Kompas.com - 08/06/2018, 20:20 WIB
Yoga Sukmana,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawalah) menyatakan sudah memenuhi panggilan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) terkait Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang melarang mantan napi kasus korupsi koruptor maju sebagai calon legislatif.

"Sudah kemarin yang menghadiri Rahmat Bagja (Komisioner Bawaslu). Pendapat Bawaslu masih tetap seperti di RDP (menolak PKPU)," ujar Ketua Bawaslu Abhan di Jakarta, Jumat (8/6/2018).

"Jadi sikap kami sama seperti pemerintah," ujarnya.

Saat ditanya apa saja yang ditanyakan oleh Kemenkumham, Abhan mengatakan bahwa Bawaslu hanya diminta pendapat terkait PKPU tersebut.

Baca juga: Menkumham Dinilai Tak Miliki Wewenang Tentukan Pelanggaran dalam PKPU

Menurut Abhan, penolakan Bawaslu terhadap PKPU larangan eks koruptor untuk maju sebagai caleg bukan hal baru. Sikap ini sebelumnya sudah disampaikan saat rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR.

PKPU tersebut dinilai Bawaslu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Pasal 240 Ayat 1 huruf g UU Pemilu menyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.

Dengan demikian mantan narapidana korupsi, menurut UU Pemilu, dapat mencalonkan diri sebagai caleg. Selain itu, PKPU tersebut juga dinilai tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Akibat hal itu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menegaskan bahwa dirinya tidak akan menandatangani draf PKPU yang mengatur larangan mantan narapidana kasus korupsi untuk maju dalam Pemilu Legislatif 2019.

Baca juga: KPU: Jika PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg Melanggar UU, Keluarkan Perppu

Namun, sikap berbeda dengan Menkumham diungkap Wakil Presiden Jusuf Kalla. Menurut Kalla, KPU punya kewenangan penuh dalam membuat aturan penyelenggaraan Pemilu.

Karena itu, Kalla meminta Kemenkumham menghargai wewenang tersebut.

"Dalam hal Pemilu, tentu yang punya kewenanangan untuk mengatur hal-hal yang perlu diatur adalah KPU. Hargai tugas masing-masing," kata Kalla.

Apalagi, kata Kalla, ada mekanisme hukum yang bisa ditempuh setiap orang yang keberatan dengan PKPU tersebut jika sudah diundangkan.

Selain itu, PKPU mengenai pencalonan legislatif itu juga mendapat dukungan dari Komisi Pemberantasan Korupsi dan sejumlah kelompok masyarakat sipil.

Kompas TV KPU kembali mendesak Menkumham untuk segera mengundangkan PKPU tentang larangan mantan koruptor untuk mencalonkan kembali menjadi calon legislatif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Nasional
Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok 'E-mail' Bisnis

Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok "E-mail" Bisnis

Nasional
Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Nasional
Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat 'Nyantol'

Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat "Nyantol"

Nasional
Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok 'E-mail' Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok "E-mail" Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com