Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota Pansus Ungkap Penyebab Terhambatnya RUU Antiterorisme

Kompas.com - 15/05/2018, 18:15 WIB
Kristian Erdianto,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Panitia Khusus Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme) Arsul Sani mengungkapkan beberapa hal yang menyebabkan lamanya pembahasan RUU tersebut.

Menurut Arsul, proses pembahasan RUU Antiterorisme yang diusulkan pemerintah pasca-peristiwa teror bom di kawasan Thamrin pada awal 2016 tidak bisa dilepaskan dari situasi psikologis masyarakat.

Saat itu, kata Arsul, masyarakat sangat geram dengan aksi teror yang terjadi. Namun, di sisi lain masyarakat juga geram dengan praktik penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh Polri, khususnya Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror.

Situasi tersebut membuat pembahasan menjadi lebih berhati-hati untuk menghindari adanya pasal yang berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM.

"Jadi situasinya seperti itu. Di satu sisi ada kegeraman kepada teroris, tapi di sisi lain ada kegeraman juga terhadap polisi," ujar Arsul dalam sebuah diskusi di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (15/5/2018).

Baca juga: PKS: Kemenkumham Berkali-Kali Minta Pembahasan RUU Antiterorisme Ditunda

Pada proses pembahasannya, lanjut Arsul, Komisi III juga menyoroti kinerja Polri. Pasalnya, berdasarkan laporan Komnas HAM, ada 122 terduga teroris yang ditembak mati tanpa bisa dijelaskan apakah orang itu benar anggota jaringan teroris atau bukan.

Pembahasan pun berlarut-larut karena Pansus RUU Antiterorisme banyak mendapat masukan dari berbagai elemen masyarakat sipil.

Selama dua masa sidang sebelumnya, pansus hanya menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) untuk mendapat masukan dari masyarakat.

"Jadi kenapa ini lama ya memang karena dari sisi nature-nya di negara mana pun itu tidak akan pernah bisa cepat. Kedua, UU ini, secara kuantitatif, aspirasi masyarakatnya jauh lebih banyak bahkan dibandingkan dengan RKUHP," kata Arsul.

Baca juga: Ansyaad Mbai: RUU Antiterorisme Sebuah Kebutuhan

Ilustrasi Densus 88PERSDA NETWORK/BINA HARNANSA Ilustrasi Densus 88
Dalam perjalanannya kemudian, muncul perdebatan terkait beberapa pasal yang dianggap berpontensi menimbulkan pelanggaran HAM.

Arsul mencontohkan "pasal Guantanamo" yang sempat ada dalam draf RUU Antiterorisme.

Awalnya, Pasal 43A draf Revisi UU Antiterorisme mengatur soal kewenangan penyidik maupun penuntut untuk menahan seseorang yang diduga terkait kelompok teroris selama enam bulan.

Pasal 43 A, disebut dengan istilah "Pasal Guantanamo", merujuk pada nama penjara milik Amerika Serikat di wilayah Kuba, di mana ratusan orang ditangkap dan disembunyikan karena diduga terkait jaringan teroris.

Pasal baru itu dianggap sarat pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan menunjukkan ketidakmampuan penyidik dalam melakukan pengusutan dalam waktu cepat. Akhirnya pasal tersebut dihapuskan.

"Itu yang kemudian membuat ramai. Masyarakat juga tidak ingin UU ini membuka peluang pelanggaran HAM. Faktanya di saat itu aspirasinya seperti itu. Sehingga pembahasan pasal-pasal pidana materiil itu, termasuk juga adanya perdebatan pasal-pasal yang menyangkut penyebaran ajaran radikalisme," tutur Arsul.

Baca juga: Pemerintah-DPR Sepakat Hapus "Pasal Guantanamo" dari RUU Antiterorisme

Selain itu, tidak satu suaranya pemerintah terkait ketentuan pelibatan TNI dalam RUU Antiterorisme juga menghambat proses pembahasan.

Menurut Arsul, sebelum disepakati masing-masing pemangku kepentingan pemerintah memiliki konsepnya sendiri-sendiri.

Ada yang ingin RUU Antiterorisme tetap sesuai sengan sistem peradilan pidana terpadu, ada pula yang pula yang setuju dengan pendekatan militeristik dalam penanggulangan terorisme.

"Perdebatan itu saya lihat tidak selesai dalam tiga kali masa persidangan. Akhirnya disepakati ketentuan pelibatan TNI sesuai dengan ketentuan dalam UU TNI. Mekanisme detail pelibatan TNI akan diatur melalui perpres," kata Arsul.

Saat ini, pemerintah dan DPR sepakat untuk mempercepat pembahasan RUU Antiterorisme. Direncanakan pengesahan akan dilakukan pada Juni 2018 atau sebelum Lebaran.

Pembahasan antara DPR dan pemerintah tinggal menyisakan soal definisi terorisme.

Kompas TV Kapolri Jenderal Tito Karnavian pun dibuat gemas dengan kinerja anggota dewan yang tidak kunjung merampungkan revisi undang undang anti-terorisme.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Dianggap Prabowo Sahabat

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Dianggap Prabowo Sahabat

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com