JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengakui bahwa pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sempat tertunda karena belum adanya kesepakatan di internal pemerintah mengenai definisi terorisme.
"Dari pihak pemerintah sendiri, memang ada perbedaan paham, tapi sudah diluruskan masalah definisinya, antara pihak TNI dan Polri," kata Wiranto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (15/4/2018).
Wiranto memastikan bahwa perbedaan pendapat tersebut sudah selesai. TNI dan Polri kini sudah sepakat mengenai satu definisi yang sama terkait terorisme.
"Sehingga frasa mengenai masalah ideologi, masalah politik, masalah keamanan nasional, yang masuk dalam definisi itu sudah terselesaikan dengan cara-cara yang lebih akomodatif," kata dia.
Baca juga: PKS: Kemenkumham Berkali-Kali Minta Pembahasan RUU Antiterorisme Ditunda
Namun, Wiranto belum mau menyebutkan bunyi definisi terorisme yang sudah disepakati oleh TNI dan Polri itu. Ia hanya memastikan bahwa definisi itu memungkinkan TNI dilibatkan dalam memberantas terorisme.
"Bunyinya ada. Enggak usah terperinci. Saya enggak usah mengajak masyarakat mendiskusikan masalah ini. Yang penting masyarakat tenang, beraktivitas seperti biasa, enggak usah takut dengan ancaman," kata dia.
Wiranto menambahkan, ketentuan teknis mengenai tata cara pelibatan TNI dalam memberantas terorisme nantinya akan diatur lebih jauh dalam peraturan presiden (perpres).
Ia pun memastikan, setelah tak ada lagi perdebatan antara TNI dan Polri, maka revisi UU Antiterorisme ini bisa selesai dengan cepat.
Baca juga: Pasal-pasal yang Jadi Perdebatan Selama Pembahasan Revisi UU Antiterorisme
Presiden Joko Widodo sebelumnya meminta DPR dan kementerian terkait mempercepat proses revisi UU Antiterorisme yang sudah diajukan pemerintah sejak Januari 2016 lalu. Jokowi menyampaikan hal itu menanggapi serangkaian aksi terorisme di Surabaya dan Sidoarjo.
Jokowi menegaskan, revisi UU ini sangat penting bagi Polri untuk melakukan upaya pencegahan atau pun penindakan terhadap terorisme. Jika revisi UU belum rampung pada Juni, maka Jokowi akan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).
Namun, Ketua DPR Bambang Soesatyo menyebut pengesahan RUU Antiterorisme sebenarnya sudah bisa dilakukan pada masa sidang lalu.
Menurut dia, justru pemerintah yang meminta penundaan karena masih ada perbedaan pandangan di pemerintah mengenai definisi terorisme.
Hal serupa juga disampaikan Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan Ketua Pansus RUU Antiterorisme Muhammad Syafii.