Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Belum Putuskan soal Larangan Mantan Koruptor Jadi Caleg 2019

Kompas.com - 04/05/2018, 15:04 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah belum menentukan apakah setuju atau tidak mengenai rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengeluarkan aturan larangan mantan narapidana korupsi menjadi calon anggota legislatif 2019.

"Belum. Pemerintah menunggu DPR dulu. Kami akan membicarakannya dengan DPR dulu," ujar Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo saat dijumpai di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Jumat (4/5/2018).

Tjahjo berpendapat, aturan itu berpotensi memberikan ketidakadilan. Sebab, tindak pidana tidak melulu tindak pidana korupsi.

Ada tindak pidana lain yang juga dikategorikan kejahatan luar biasa.

Sementara, fokus KPU hanya pada calon legislator mantan narapidana kasus korupsi saja.

Baca juga : Ray Rangkuti: Tidak Ada Mantan Koruptor yang Bertobat

Apalagi, Tjahjo berpendapat, apabila seseorang sudah menjalankan hukuman sesuai vonis, maka proses hukum terhadap dia telah selesai dan dia diperbolehkan kembali ke lingkungan masyarakat, salah satunya dengan menjadi calon legislator.

"Pemahaman saya, jika seseorang yang sudah menjalani hukuman kan berarti sudah lunas. Tapi ada pertimbangan politik tadi. Mari kita lihat saja nanti. Ini kan masih menimbulkan pro kontra," ujar Tjahjo.

Namun, Tjahjo menegaskan, pendapat resmi pemerintah baru akan didapat setelah berkomunikasi dengan DPR RI.

"Sikap pemerintah sampai saat ini mengikuti aturan perundangan yang ada. Soal KPU mendefinisikan lain, saya yakin KPU juga sudah mempertimbangkan sebagaimana aturan di undang-undang. Karena PKPU itu merujuknya pada UU," lanjut dia.

Baca juga : Mahfud MD: Pilkada seperti Peternakan Koruptor

KPU sedang menyiapkan dua opsi untuk mengatur larangan mantan narapidana korupsi menjadi calon anggota legislatif 2019.

Kedua opsi ini memiliki substansi yang sama, hanya perbedaan redaksional pada Peraturan KPU (PKPU) yang kini tengah dibahas.

"Norma tersebut akan dilakukan sebagaimana yang tertera dalam (rancangan) PKPU. Secara teknis opsi dua akan diberlakukan pada parpol, tapi tetap substansi sama tidak boleh caleg mantan napi korupsi,” tutur Komisioner KPU Wahyu Setiawan di kantor KPU, Selasa (17/4/2018).

Baca juga : KPU Tidak Perlu Mundur soal Larangan Mantan Koruptor Jadi Caleg 2019

Opsi pertama akan sesuai dengan rancangan PKPU tentang Pencalonan. Di dalam pasal 8 ayat 1 Huruf j rancangan PKPU menyebutkan bakal calon anggota legislatif bukan mantan narapidana korupsi.

Apabila pasal ini tidak diterima, kata Wahyu, KPU akan membuat opsi kedua yang punya substansi yang sama, namun lebih masuk ke dalam ranah parpol.

Opsi kedua ini memberikan syarat kepada partai politik melakukan rekrutmen caleg yang bersih.

Kedua opsi ini, tutur Wahyu, tidak hanya bisa memilih salah satu, melainkan saling menguatkan.

“Sebab kan substansinya sama. Jadi bukan berarti opsi A lebih keras dari opsi B,” ucap Wahyu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com