Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perpres TKA Dianggap Terburu-buru dan Melanggar Undang-Undang

Kompas.com - 28/04/2018, 08:47 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) menilai kehadiran Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing (TKA) terkesan terburu-buru.

Sekretaris Jenderal OPSI Timboel Siregar memaparkan, kehadiran perpres ini tidak tidak sesuai dengan undang-undang dan tidak dilandasi pertimbangan matang.

"Proses pembuatan tidak melibatkan para stakeholder ketenagakerjaan seperti serikat pekerja, serikat buruh, Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia), Kadin (Kamar Dagang dan Industri Indonesia), dan atau para akademisi dan masyarakat lainnya," ujar Timboel kepada Kompas.com, Jumat (27/4/2018) malam.

Selain itu, menurut Timboel, tidak adanya kajian akademik sebagai salah satu persyaratan proses pembuatan Peraturan Presiden membuat aturan ini melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembuatan Peraturan Perundangan.

"Jadi, menurut saya kehadiran Perpres Nomor 20 Tahun 2018 ini cacat formil dan cacat materiel," kata dia.

(Baca juga: KSPI: Perpres TKA Ancam Keberlangsungan Pekerja Lokal)

Terkait dengan sisi materiel, Timboel melihat ada pasal-pasal di Perpres TKA ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Ia mencontohkan, dalam Pasal 9 Perpres TKA menyatakan, pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) merupakan izin untuk mempekerjakan TKA. Artinya, badan usaha yang ingin menggunakan TKA tidak wajib lagi mengurus izin.

"Penjelasan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan RPTKA merupakan persyaratan untuk mendapat izin kerja. Bila membaca penjelasan pasal 43 ini berarti RPTKA dan Izin TKA adalah hal yang berbeda, dan RPTKA menjadi syarat untuk mendapat izin," ujar Timboel.

Menurut dia, hal ini berbeda dengan Perpres Nomor 72 Tahun 2014 tentang Tenaga Kerja Asing, khususnya Pasal 8 yang sudah mensyaratkan RPTKA dan Izin Mempekerjakan TKA (IMTA).

"Jadi, dengan adanya Pasal 9 Perpres Nomor 20 Tahun ini IMTA dihapuskan. Padahal RPTKA dan IMTA adalah hal yang berbeda," kata Timboel.

(Baca juga: Mensesneg Bantah Perpres untuk Mempermudah Tenaga Kerja Asing Masuk)

Di sisi lain, dalam Pasal 10 Ayat 1 a perpres tersebut disebutkan, pemegang saham yang menjabat sebagai direksi atau komisaris tidak diwajibkan memiliki RPTKA. Sementara dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, mewajibkan TKA termasuk komisaris dan direksi harus memiliki izin, dan diwajibkan memiliki RPTKA.

"Yang tidak diwajibkan untuk komisaris dan direksi hanyalah menunjuk tenaga kerja Indonesia sebagai pendamping dan pelatihan pendidikan," kata Timboel.

Selain itu, dalam Pasal 10 Ayat 1 c perpres ini juga menyatakan, pemberi kerja TKA tidak wajib memiliki RPTKA untuk mempekerjakan TKA pada jenis pekerjaan yang dibutuhkan pemerintah.

Menurut Timboel, pasal ini menunjukkan ada pengecualian bagi pemberi kerja TKA untuk tidak mengurus RPTKA. Padahal, jika membaca Pasal 43 Ayat 3 UU Ketenagakerjaan, yang dikecualikan hanya bagi instansi pemerintah, badan-badan internasional dan perwakilan negara asing.

"Tapi Pasal 10 Ayat 1 c yang menyatakan, 'Pekerjaan yang dibutuhkan Pemerintah', berarti membuka ruang bagi TKA yang bekerja di luar instansi pemerintah dengan tidak wajib memiliki RPTKA," kata dia.

Timboel menduga kuat kehadiran pasal itu dikhususkan untuk TKA yang terlibat dalam pengerjaan infrastruktur yang dibiayai dari pinjaman luar negeri.

Ia memaparkan, utang luar negeri khususnya dari China biasanya mensyaratkan pekerja China mengerjakan infrastruktur yang dibiayai dari pinjaman luar negeri tersebut.

"Maka saya menilai perpres ini belum tentu akan menarik investasi secara signifikan karena masuknya investasi dari luar negeri sangat ditentukan banyak faktor seperti infrastruktur, pajak, korupsi dan sebagainya," kata dia.

Kompas TV Presiden menegaskan, tujuan Perpres soal tenaga kerja asing ditujukan menyederhanakan prosedur administrasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sidang Sengketa Pileg, PAN Minta PSU di 7 TPS Minahasa

Sidang Sengketa Pileg, PAN Minta PSU di 7 TPS Minahasa

Nasional
AHY Ungkap Koalisi Prabowo Sudah Bahas Pembagian Jatah Menteri

AHY Ungkap Koalisi Prabowo Sudah Bahas Pembagian Jatah Menteri

Nasional
Jokowi Minta Relokasi Ribuan Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang Dipercepat

Jokowi Minta Relokasi Ribuan Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang Dipercepat

Nasional
Caleg Tidak Siap Ikuti Sidang Daring, Hakim MK: Suara Putus-putus, Jadi Lapar...

Caleg Tidak Siap Ikuti Sidang Daring, Hakim MK: Suara Putus-putus, Jadi Lapar...

Nasional
Anies-Muhaimin Kunjungi Aceh Usai Pilpres, Ingin Ucapkan Terima Kasih ke Warga

Anies-Muhaimin Kunjungi Aceh Usai Pilpres, Ingin Ucapkan Terima Kasih ke Warga

Nasional
Bareskrim Polri Yakin Penetapan Panji Gumilang sebagai Tersangka TPPU Sah Menurut Hukum

Bareskrim Polri Yakin Penetapan Panji Gumilang sebagai Tersangka TPPU Sah Menurut Hukum

Nasional
Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Nasional
Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Bersama TNI AL, Polisi, dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Bersama TNI AL, Polisi, dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Prabowo Ingin Berkumpul Rutin Bersama Para Mantan Presiden, Bahas Masalah Bangsa

Prabowo Ingin Berkumpul Rutin Bersama Para Mantan Presiden, Bahas Masalah Bangsa

Nasional
Hanura Sebut Suaranya di Manokwari Dipindah ke PSI, Berdampak ke Perolehan Kursi DPRD

Hanura Sebut Suaranya di Manokwari Dipindah ke PSI, Berdampak ke Perolehan Kursi DPRD

Nasional
Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

Nasional
Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Nasional
Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Nasional
Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com