JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, para buruh menolak Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
Menurutnya, perpres itu berbahaya bagi keberlangsungan para pekerja dalam negeri. Meskipun aturan itu membuka peluang investasi, perpres itu juga membuka peluang masuknya tenaga kerja kasar dari pihak asing secara masif.
"Ancaman investasi China yang datang ke Indonesia itu diiringi masuknya unskilled worker yang masif itu mengancam keberlangsungan dari lapangan kerja untuk pekerja lokal. Itu persoalannya," ujar Said di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta, Selasa (24/4/2018).
(Baca juga: Jokowi Hormati Upaya Yusril dan KSPI Gugat Perpres Tenaga Kerja Asing)
Selain itu, ia menganggap perpres itu tidak diperlukan untuk menggaet investasi dari negara lain. Karena, Indonesia telah memiliki sejumlah aturan yang berfungsi mendorong investasi asing.
Di sisi lain, Said menduga upaya pemerintah meneken perpres ini untuk mengakomodasi investasi China dalam pembiayaan proyek-proyek pembangunan infrastruktur.
"Jangan-jangan diduga perpres ini sengaja dibuat bukan karena kebutuhan, tapi untuk sebuah negosiasi masuknya modal investasi China yang tertunda seperti LRT, kereta api cepat, jalan tol, bendungan dan beberapa proyek pelabuhan untuk tol laut," kata Said.
Ia meminta pemerintah untuk melakukan pendataan dan penataan terhadap tenaga kerja kasar asing yang memasuki wilayah Indonesia. Sebab selama ini, pemerintah hanya melakukan pendataan terhadap para tenaga kerja asing yang berketerampilan.
(Baca juga: Gandeng Yusril, KSPI Akan Gugat Perpres Tenaga Kerja Asing ke MA)
Selain itu, Said mengungkapkan, penolakan terhadap perpres ini akan menjadi salah satu agenda utama aksi peringatan Hari Buruh pada 1 Mei mendatang.
Sebelumnya Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Hanif Dhakiri memastikan Perpres TKA hanya untuk mempermudah birokrasi perizinan, bukan membebaskan tenaga asing bekerja di Indonesia.
"Kalau soal TKA saya perlu jelaskan bahwa perpres yang memperbaiki aturan mengenai TKA itu, bukan membebaskan tenaga kerja asing untuk bekerja di Indonesia," kata Hanif usai menghadiri Rakornas Konfederasi Serikat Nasional (KSN) 2018 di Aula Husni Hamid, Kompleks Pemkab Karawang, Sabtu (21/4/2018).
Meski demikian syarat-syarat TKA bekerja di Indonesia tetap diberlakukan, seperti syarat pendidikan, kompetensi, waktu kerja, hanya diperbolehkan menduduki jabatan tertentu, dan membayar uang kompensasi.
(Baca juga: KSPI Minta Buruh Jangan Antipolitik)
"Dan mereka hanya boleh menduduki jabatan menengah ke atas. Pekerja kasar di dalam Perpres yang baru tetap tidak boleh, tetap terlarang. Jadi tidak ada yang yang berubah dari sisi itu," ungkapnya.
Dalam perpres ini juga ditegaskan, setiap TKA yang bekerja di Indonesia wajib memiliki visa tinggal terbatas (vitas) untuk bekerja yang dimohonkan oleh pemberi kerja TKA atau TKA kepada menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia atau pejabat yang ditunjuk dengan melampirkan notifikasi dan bukti pembayaran.
Permohonan vitas sebagaimana dimaksud sekaligus dapat dijadikan permohonan izin tinggal sementara (itas).